Custom Search Widget

Indeks

Judul Kitab

Risalah Adabu Sulukil Muridi

Penulis Kitab

Al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad (qs.)

Durasi Baca

32 Menit

Bagikan

Facebook
WhatsApp

Indeks

Otobiografi Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

OTOBIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALAWI AL-HADDAD

Beliau dilahirkan di kota Sabir di ujung kota Tarim, Hadhramaut pada malam Kamis, 5 Shafar 1040 H. Kemudian diasuh oleh keluarganya di kota Tarim. Sejak kecil Beliau mengalami kebutaan pada kedua matanya, tetapi Allah mengganti kebutaan kedua matanya dengan pandangan hatinya yang cemerlang, sehingga Beliau dapat menuntut berbagai ilmu yang bermanfaat dan Beliau senantiasa berguru kepada para ulama yang ada di masanya, seperti Sayyid Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athas, al-Habib Aqil bin Abdurrahman as-Segaf, al-Habib Abdurrahman bin Syeikh Aidid, al-Habib Sahal bin Ahmad Bahasan al-Hadidi Ba’alawi. Di antara para tokoh ulama yang Beliau kenal adalah Sayyid Muhammad bin Alwi as-Segaf. Setelah Beliau menyelesaikan masa studinya, maka Beliau berdakwah menuju Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik. Semua dakwah yang Beliau sampaikan disenangi oleh banyak orang dari jarak yang jauh maupun dari jarak yang dekat, sehingga dakwahnya berkembang ke berbagai tempat dan semua orang dapat mengambil kebaikan dari dakwah dan karya-karya tulis Beliau. Dan banyak pula murid-murid Beliau, di antaranya adalah putra Beliau sendiri yang bernama al-Habib Hasan bin Abdullah al-Haddad, Al Habib Muhammad dan Umar bin al-Habib Zein bin Smith, al-Habib Umar bin Abdurrahman aI-Bar, al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman as-Segaf, al-Habib Muhammad bin Umar bin Thaha ash-Shofi as-Segaf.

Beliau mempunyai sejumlah karya tulis, seperti kitab Nashaihid Diniyah, kitab ini tersebar luas di berbagai tempat dan kitab ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing baik di masa lalu maupun di masa kini, seperti diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Perancis. Pokoknya seluruh karya tulis Beliau dapat dikenal orang banyak baik kecil maupun yang besar. Selain itu adapula karya tulis Beliau yang bernama Adda’watut Taammah Risalatul Mu’awanah. Selain itu Beliau mempunyai karya-karya puisi yang terkumpul dalam kitah Diwannya yang berjudul Ad-Durrul Mandur dan sejumlah wasiat-wasiat Beliau serta surat-menyurat Beliau kepada orang lain.

Semua karya tulis Beliau banyak dikagumi para ulama dan dijadikan sebagai pelajaran yang terkemuka bagi mereka. Selain itu, Beliau pernah menulis kitab Al-Khulasha waz-Zubda, kumpulan dari tutur kata Imam Ghazali. Selain itu, Beliau juga sering bepergian, di antaranya pergi ke dua kota suci di Mekkah dan Madinah untuk melakukan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah Saw. pada tahun 1079 H. Di kedua tempat suci itu, Beliau sempat bertatap muka dan berdialog dengan para ulama yang terkemuka dan tersohor, dan mereka mengakui keluasan ilmu Beliau. Selanjutnya, Beliau terus menghabiskan hidupnya untuk berdakwah sampai di akhir usianya pada malam Selasa, 7 Dzulqa’dah 1132 H. Jasad Beliau dimakamkan di pekuburan Zanbal, Tarim, Hadhramaut.

Toha bin Hasan bin Abdurrahman as-Segaf
22 Syawal 1412 H

Mukaddimah

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

MUKADDIMAH

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah yang menempatkan kecondongan di hati setiap murid, sehingga ia mempunyai kemauan yang tinggi untuk mendapatkan ilmu, untuk mengerjakan segala perbuatan yang membawanya kepada kebahagiaan yaitu keimanan dan ibadah, menghapus segala bentuk lahiriyah atas perilakunya yang baik.

Semoga Allah senantiasa memberinya kesempatan untuk mengikuti jalan Nabi Saw., penghulu orang-orang yang mulia beserta segenap keluarga, sahabat Beliau Saw. dan orang-orang yang mengikuti Beliau Saw. sepanjang masa.

Allah berfirman dan firman Allah adalah sebaik-baik tutur kata yaitu:

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا (١٨) وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا (١٩)

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Israa‘ [17]: 18-19)

Maksudnya, siapapun yang menghendaki kesenangan di dunia, maka Allah akan memberi keinginan sang murid untuk mendapat dunia dan kelak di akhirat ia menjadi orang yang paling hina dan keji. Karena itu, alangkah pandainya seseorang yang tidak berharap kenikmatan kesenangan harta dan lebih condong untuk mendapatkan kesenangan di akhirat, bahkan ia lebih mengutamakan keteguhan imannya, pengamalan amal shalehnya, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya berikut:

وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا

“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Israa‘ [17]: 19)

Adapun usaha yang terpuji adalah amal kebajikan yang diterima oleh Allah dan pelakunya dipuji oleh Allah, akan diberi pahala yang sangat agung dan tidak akan terputus sedikitpun, semua itu karena kemurahan rahmat Allah dan karunia-Nya.

Adapun orang-orang yang merugi adalah seorang murid yang lebih mengutamakan kepentingan dunianya, sehingga ia melalaikan kepentingan akhiratnya atau ia mempelajari berbagai ilmu agamanya tetapi tidak mengamalkannya sedikitpun.

Adapun orang-orang yang pertama adalah orang-orang kafir yang akan kekal di dalam neraka.

Adapun orang-orang yang kedua adalah orang-orang fasik yang merugi di dunia maupun di akhiratnya. Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إمرأة ينكحها فهجرته إلى ما ها جر إليه.

“Setiap perbuatan terkait erat dengan niatnya. Sesungguhnya manusia terkait erat dengan apa yang ia niatkan. Siapapun yang hijrahnya demi untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, siapapun yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau kekayaan atau ingin menyunting seorang wanita, maka hijrahnya akan sampai sebatas yang ia niatkan itu.”

Nabi Saw. juga bersabda:

انه لا عمل إلا عن نية، وان الإنسان بحسب ما نوى يثاب ويجزى إن خيرا فخير وإن شرا فشر، فمن حسنت نيته حسن عمله لا محالة، ومن خبثت نيه خبث عمله لا محالة، وإن كان في الصورة طيبا كالذي يعمل الصالحات تصنعا للمخلوقين.

“Tidak seorangpun beramal, kecuali terkait dengan niatnya. Semua perbuatan manusia terkait erat dengan niatnya. Jika niatnya baik, maka ia akan diberi pahala yang baik. Jika niatnya buruk, maka ia akan diberi keburukan. Siapapun yang berniat baik, maka perbuatannya akan menjadi baik dan siapapun yang niatnya buruk, maka perbuatannya menjadi buruk meskipun dalam bentuk lahiriyahnya baik seperti beramal shaleh yang diperlihatkan kepada semua orang.”

Nabi Saw. juga bersabda:

أن من عمل لله على وفق المتابعة لرسول الله صلى الله عليه وسلم كان ثوابه على الله وكان منقلبه إلى رضوان الله وجنته، في جوار الله وخيرته، وأن من قصد غير الله وعمل لغير الله كان ثوابه وجزاؤه عند من تصنع له ورائ له ممن لا يملك له ولا لنفسه ضرا ولا نفعا ولا موتا ولا حياة ولا نشورا. وخص الهجرة عليه الصلاة والسلام من بين سائر اعمال تنبيها على الكل باابعض لأن من المعلوم عند أولي الأفهام أن الإخبار ليس خاصا بالهجرة بل هو عام في جميع شرائع الإسلام.

“Siapapun yang beramal kebajikan menurut Allah dan mengikuti jejak Rasulullah Saw., maka pahalanya akan diberikan oleh Allah dan akan kembali pada keridhaan Allah dan surga-Nya di sisi-Nya dan akan ditempatkan di tempat yang baik. Siapapun yang bertujuan dan beramal bukan karena Allah, maka pahalanya diperintahkan minta kepada siapapun yang ia agungkan yaitu kepada seseorang yang tidak dapat mendatangkan kebaikan, kemudharatan, keuntungan, kematian, kehidupan dan ia pun tidak mampu membangkitkan orang dari kuburnya. Terutama seorang yang berhijrah, tetapi hijrahnya tidak diniatkan untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia tidak akan mendapat kebaikan apapun dari hijrahnya. Demikian pula segala amalan kebajikan yang tidak ditujukan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka segala amalannya tidak akan berguna bagi dirinya sedikitpun.”

Ketahuilah para murid yang sejati yang hendak menuju kepada Allah, ketika engkau bertanya kepadaku untuk aku kirimkan suatu nasehat dariku, maka pada waktu itu aku tidak dapat mengabulkan permintaanmu sampai dirimu telah menjadi orang yang sesuai di jalan Allah.

Aku telah menulis beberapa pasal yang singkat yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang murid yang mempunyai kemauan yang tinggi untuk sampai kepada Allah dan aku menulisnya dalam bahasa yang mudah dimengerti. Semoga Allah memberi maaf bagiku dan seluruh saudaraku yang mempunyai tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

1. Awal Perjalanan Menuju Allah Adalah Perasaan yang Kuat yang Berasal dari Allah yang Wajib Dikuati, Dijaga dan Diterima dengan Baik

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

1. PASAL TENTANG AWAL PERJALANAN MENUJU ALLAH ADALAH PERASAAN YANG KUAT YANG BERASAL DARI ALLAH YANG WAJIB DIKUATI, DIJAGA DAN DITERIMA DENGAN BAIK

Perlu diketahui bahwa jalan pertama yang membangkitkan kemauan yang kuat adalah perasaan yang disimpan oleh Allah di hati seorang hamba, sehingga perasaan itu mendorongnya untuk memilih jalan menuju kepada Allah dan mendapat kebahagiaan di kampung akhirat. Ia akan menjauhi dunia, harta dan segala kesenangannya, sedangkan orang lain masih sibuk dengan kesibukan dunia dan segala kesenangannya.

Hal ini adalah tujuan yang diberikan oleh Allah kepada seseorang yang ingin meraih ridha Allah dari batin yang berupa karunia Allah dan panji-panji petunjuk. Adakalanya Allah membuka hati seseorang untuk merasa takut, berharap mendapat pahala dan tunduk kepada Allah yaitu ketika ia melihat seseorang yang dekat dengan Allah dan perasaan itu timbul begitu saja tanpa ada sebab apapun.

Adapun seseorang yang senantiasa menunggu curahan rahmat Allah, maka hatinya senantiasa merindukan datangnya karunia Allah seperti itu tanpa usaha sedikitpun. Tentunya perbuatan semacam itu adalah perbuatan orang-orang bodoh, seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi Saw. berikut:

إن لربكم في أيام دهر كم نفحات ألا فتعر ضوا لها.

“Sesungguhnya Tuhan kalian dalam setiap harinya selalu membagikan berbagai jenis karunia, maka nantikanlah dengan baik untuk mendapatkan karunia-karunia Allah.”

Siapapun yang diberi Allah kesungguhan untuk mendekatkan dirinya kepada-Nya, maka ia telah diberi karunia yang sangat besar, sehingga kebesarannya tidak dapat dibandingkan dengan karunia apapun dan karunia itu tidak dapat disyukuri oleh siapapun yang mensyukurinya. Berapa banyak orang yang usianya telah mencapai 80 tahun, tetapi ia tidak mendapatkan kesempatan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah sedikitpun. Karena itu, setiap murid harus berusaha untuk meneguhkan hatinya, menjaga karunia Allah dan berharap diterima harapannya yaitu agar ia diberi karunia Allah, memikirkan apa saja yang dimiliki Allah, sehingga ia hanya berdzikir kepada Allah, memikirkan apa yang dimiliki oleh Allah dan senang jika duduk dengan hamba-hamba Allah, menjauhi orang-orang yang menjauhkan dirinya dari Allah, berpaling dari bujukan setan, segera kembali kepada Allah Ta’ala, tidak terlambat sedikitpun dari mengisi waktu-waktunya untuk mendapatkan karunia Allah, karena siapapun yang telah dibukakan hatinya oleh Allah, maka hendaknya ia segera mengisi hatinya dengan karunia Allah itu. Dan siapapun yang dibukakan pintu oleh Allah, maka hendaknya ia segera masuk ke dalam pintu itu. Karena itu, seorang penyeru selalu menganjurkan orang-orang yang ingin menempuh jalan Allah agar segera melakukan berbagai amal kebajikan tanpa menundanya seharipun, karena penundaan merupakan bujuk rayu setan, hendaknya ia segera mengisi waktu-waktunya dengan mengerjakan amal kebajikan agar Allah rindu kepadanya.

Abu Rabi’ rahimahullah berkata:

سيروا إلى الله عرجا ومكاسير ولا تنتظروا الصحة فإن انتظار الصحة بطالة.

“Tempuhlah jalan Allah meskipun harus menempuh kesulitan dan jalan menanjak, jangan menunggu kesehatan karena menunggunya merupakan suatu kebathilan.”

Syaikh Ibnu Atha’illah menyebutkan dalam kitab Al-Hikam:

إحالتك العمل على وجود الفرضا غ من من رعونات النفوس.

“Menunda perbuatan baik ketika ia masih mampu melakukannya, maka perbuatan semacam itu dari bujuk hawa nafsu.”

2. Bertaubat dan Segala Persyaratannya, Serta Menjaga Diri dari Seluruh Perbuatan Dosa

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

2. PASAL TENTANG BERTAUBAT DAN SEGALA PERSYARATANNYA, SERTA MENJAGA DIRI DARI SELURUH PERBUATAN DOSA

Jalan yang pertama kali harus ditempuh oleh seorang murid yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah adalah bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah dari segala dosa-dosanya. Jika ia mempunyai hutang kepada orang lain, maka ia harus mengembalikan hutangnya kepada yang berhak jika ia mampu melakukannya. Tetapi jika ia tidak mampu melakukannya, maka hendaknya ia minta dihalalkan, karena siapapun yang mempunyai urusan dengan manusia lain, maka ia tidak akan dapat menempuh jalan menuju Allah dengan mudah.

Adapun syarat diterimanya taubat seseorang adalah benar-benar menyesali dosa-dosa yang pernah dilakukannya dan hendaknya ia bersungguh-sungguh ingin meninggalkan perbuatan dosanya di masa lalu. Tetapi jika ia ingin mengulangi perbuatan dosanya di masa lalu karena ia merasa masih muda dan mampu melakukannya, maka dosa-dosanya tidak akan diampuni oleh-Nya.

Hendaknya bagi seorang murid selalu merasa dirinya mempunyai dosa yang besar, karena ia tidak dapat melaksanakan perintah Allah menurut ketentuan yang semestinya. Jika ia merasa susah atas kekurangannya dan hatinya kecewa karenanya, maka ketahuilah bahwa Allah pernah berfirman dalam sebuah hadits qudsi berikut:

أنا عند منكسرة قلوبهم من عجلي.

“Aku selalu menyertai orang-orang yang hatinya selalu berharap ampunan dan pahala dari-Ku.”

Bagi setiap murid hendaknya berhati-hati dari dosa-dosa yang paling kecil, terutama dosa-dosanya yang paling besar, sehingga ia bagai seseorang yang memisahkan racun dari makanan dan hendaknya ia merasa takut jika ia makan racun, maka racun akan mempersulit hidupnya, karena seseorang yang berbuat maksiat bagai seseorang yang menelan racun di badannya. Sedangkan hati seorang mukmin tidak ingin melakukan kebodohan seperti itu, bahkan modal utama seorang murid adalah hendaknya senantiasa mewaspadai dirinya terhadap Allah, karena jasad manusia mudah rusak dan tidak lama setelah itu ia bertemu dengan kematian dan kepergiannya dari dunia merupakan penyesalan yang luar biasa. Jika hati seseorang rusak, maka persediaannya untuk akhiratnya juga rusak, karena seseorang yang tidak dapat melindungi dirinya dari murka Allah, maka ia tidak dapat mencapai ridha Allah, karena yang dapat mencapai ridha Allah adalah orang-orang yang mendapat rahmat Allah yaitu yang hatinya selamat dari murka Allah.

3. Menjaga Hati dari Was-Was, Kejahatan dan Gerakan yang Buruk

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

3. PASAL TENTANG MENJAGA HATI DARI WAS-WAS, KEJAHATAN DAN GERAKAN YANG BURUK

Sudah seharusnya setiap murid berusaha sekuat tenaga untuk menjaga kelurusan hatinya dari godaan, keburukan dan gerak-gerik yang tidak baik. Hendaknya ia senantiasa berdiri di hadapan Allah agar ia dapat terlepas dari segala perasaan yang tidak baik, karena jika perasaan yang tidak baik telah masuk ke dalam hati seseorang, maka hatinya akan rusak dan ia tidak akan mampu mengusirnya. Hendaknya ia senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan hatinya, karena hatinya senantiasa dipandang oleh Allah, jangan sampai hatinya terpengaruh oleh kesenangan dunia, mempunyai perasaan hasud atau dendam kepada seorang muslim, jangan sampai ia mempunyai prasangka buruk terhadap seorang mukmin.

Hendaknya ia menjadikan dirinya sebagai seorang yang sangat peduli kepada setiap mukmin, berkeyakinan yang baik kepada setiap mukmin dan menghendaki kebaikan bagi mereka seperti ia menghendaki kebaikan bagi dirinya dan ia tidak boleh menginginkan kejahatan bagi setiap mukmin seperti ketika ia tidak senang adanya kejahatan yang menimpa dirinya.

Wahai murid, perlu diketahui bahwa setiap hati mempunyai berbagai macam maksiat dan perbuatan maksiat yang dilakukan oleh hati lebih buruk dari perbuatan maksiat yang dilakukan oleh anggota badan.

Hati akan senantiasa dijadikan pusat turunnya ma’rifat dan kecintaan kepada Allah setelah hati itu dapat membersihkan dirinya dari segala sifat buruk yang terdapat di dalam hatinya.

Di antara sifat buruk yang terdapat di dalam hatinya adalah perasaan sombong, riya’ dan hasud. Perasaan sombong menunjukkan bahwa dirinya termasuk seorang yang paling bodoh dan picik. Mana mungkin ia pantas bersikap sombong padahal ia mengetahui bahwa dirinya diciptakan dari air mani yang menjijikkan dan adakalanya air mani itu lebih kotor dari bangkai binatang. Meskipun pada dirinya terdapat berbagai keutamaan dan kebaikan, tetapi semua itu datangnya dari Allah dan kemurahan-Nya. Tidak seorangpun dapat mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri.

Seseorang yang sombong tidak dapat mencegah karunia Allah yang ditarik dari tubuhnya, karena sifat sombong hanya pantas dimiliki Allah Yang Maha Sewenang-wenang dan Maha Besar.

Adapun perbuatan riya’, biasanya seseorang yang berbuat riya’ hatinya tidak pernah mengagungkan Allah, sehingga ia pura-pura berbuat baik kepada makhluk Allah dan ia tidak mengetahui bahwa Allah Tuhan seluruh alam semesta.

Siapapun yang berbuat segala amal kebajikan dan ingin diketahui agar banyak orang mengagungkan dirinya serta meniru perbuatan kebaikannya, maka orang ini termasuk seorang yang suka berbuat riya’, bodoh dan hanya berharap keuntungan duniawi. Seorang yang zuhud jika kebaikannya banyak diketahui orang dan di agungkan orang lain, maka ia selalu membenci pengagungan orang lain terhadap dirinya, karena amalan yang ia lakukan hanyalah untuk kepentingan di akhirat.

Jika ia tidak dapat menghindarkan perasaan riya’, maka hendaknya ia selalu mencari dunia dari Tuhannya, karena hanya Allah Yang Mengetahui dan Memegang hati setiap orang di tangannya. Dia akan memberi kegembiraan bagi siapapun yang memfokuskan hatinya karena Allah semata.

Adapun perasaan hasud, maka perasaan itu sangat dibenci oleh Allah, karena perasaan itu menyaingi kebesaran Allah. Karena jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba untuk mengabdi kepada-Nya, maka pengabdiannya itu hanyalah salah satu karunia dari Allah. Demikian pula jika seseorang yang tidak ditakdirkan mendekatkan dirinya kepada Allah, maka perlu diketahui bahwa Allah sangat membencinya, karena ia bersikap tidak sopan kepada Allah.

Perlu diketahui bahwa perasaan hasud adakalanya berhubungan dengan masalah-masalah dunia, seperti kedudukan dan kekayaan. Setiap mukmin hendaknya selalu merasa kasihan pada seseorang yang tidak diberi harta yang banyak dan hendaknya ia bersyukur kepada Allah karena ia senantiasa diberi harta yang banyak yang dapat dijadikan bekal di akhiratnya, seperti ilmu dan keshalehan.

Seorang murid yang buruk adalah jika ia merasa hasud ketika ada seseorang diberi kesamaan dan pertolongan untuk mentaati Allah. Sudah seharusnya seorang murid bergembira, karena diri orang lain dapat dijadikan suri tauladan dalam ketakwaan dan menyuruh kepada kebaikan. Karena memang sudah sepantasnya seorang mukmin mencintai lahir batin orang lain yang menempuh jalan kepada Allah tanpa peduli kepadanya apakah ia lebih utama ataukah mereka yang lebih utama, karena seseorang yang dapat beribadah kepada Allah hanyalah merupakan karunia dan pertolongan Allah baginya dan Allah berhak memberi petunjuk kepada siapapun yang dikehendaki-Nya.

Dalam setiap hati manusia terkumpul banyak sifat yang tidak terpuji, tetapi kami tidak akan menyebutkannya karena khawatir kepanjangan, tetapi perlu kami sebutkan pokok-pokoknya saja. Adapun penyebab utama segala sifat yang tidak terpuji yang dimiliki dalam hati seseorang adalah karena orang itu lebih mencintai dunianya daripada akhiratnya. Setiap kecintaannya kepada dunia merupakan penyebab yang paling utama untuk berbuat dosa. Jika seseorang hatinya telah bersih, maka Allah akan memberinya cahaya, kesenangan dan akan membuka baginya segala rahasia Allah yang tersembunyi.

4. Menjaga Seluruh Anggota Tubuh dari Perbuatan Maksiat dan Fitnah Dunia

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

4. PASAL TENTANG MENJAGA SELURUH ANGGOTA TUBUH DARI PERBUATAN MAKSIAT DAN FITNAH DUNIA

Sudah seharusnya setiap murid menjaga seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan dosa. Janganlah ia menggerakkan salah satu anggota tubuhnya, kecuali dalam ketaatan dan janganlah melakukan sesuatu, kecuali jika sesuatu itu akan mendatangkan kebaikan dan keuntungan bagi dirinya di dunia dan di akhirat.

Seorang murid yang baik hendaknya selalu menjaga lisan, karena bentuk lisan sangat kecil tapi bahayanya sangat besar. Maka sebaiknya setiap murid menjaga lisannya dari berkata dusta, menggunjing orang lain dan ucapan yang dilarang oleh agama. Hendaknya setiap mukmin menjaga lisannya dari kata-kata kotor dan mendebatkan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya. Meskipun hal itu tidak diharamkan, tetapi dapat menyebabkan hati seseorang menjadi keras seperti batu dan waktunya akan habis dengan sia-sia. Karena itu, setiap murid yang ingin menuju perjalanan sampai kepada Allah, hendaknya tidak menggerakkan lisannya, kecuali untuk membaca Al-Qur’an, untuk berdzikir, untuk memberi nasehat, untuk menyuruh kebaikan, untuk melarang kemungkaran atau untuk membicarakan sesuatu yang membawa kebahagiaan bagi dirinya di dunia dan di akhirat, seperti yang disebutkan oleh Nabi Saw. dalam sabdanya berikut:

كل كلام ابن ادم عليه لا له الا ذكر الله او أمر بمعروف او نهى عن منكر.

“Setiap ucapan anak manusia akan menanggung resiko yang besar kecuali berdzikir kepada Allah atau menyuruh kebaikan atau melarang dari kemungkaran.”

Perlu diketahui pula bahwa pendengaran dan penglihatan adalah dua pintu yang senantiasa terbuka untuk menuju kepada hati. Apa saja yang didengar oleh manusia dan apa saja yang dilihat olehnya, sebenarnya tidak perlu dimasukkan di dalam hati, karena hati dapat terpengaruh oleh pendengaran lisannya dan oleh tutur katanya.

Seorang murid yang ingin sampai kepada Allah, hendaknya selalu menjaga segala anggota tubuhnya dari segala dosa, terutama menjaga baik-baik pandangan matanya dari melihat kesenangan dunia. Karena segala pandangan mata, secara lahiriyahnya sebagai cobaan, sedangkan batinnya sebagai pelajaran.

Pandangan mata biasa melihat segala sesuatu yang membawa fitnah, tetapi hatinya yang dapat mengambil pelajaran. Berapa banyak seorang murid yang melihat kebaikan dan kesenangan duniawi, sehingga hatinya condong kepadanya dan berusaha mengumpulkannya?

Karena itu wahai murid yang baik hati, kendalikanlah pandangan matamu dari segala pandangan yang menyebabkan hatimu risau, engkau hanya boleh melihat segala sesuatu yang dapat engkau ambil pelajaran darinya. Maksudnya, jika engkau melihat sesuatu yang bakal fana, maka jadikanlah ia sebagai pelajaran untuk mendapatkan akhiratmu yang abadi.

Jika engkau melihat segala ciptaan Allah, maka ingatlah kepada Sang Pencipta, karena segala ciptaan Allah akan mengajak seseorang yang berakal untuk mengucapkan kalimat tasbih kepada Allah, karena hanya Dia Yang Mampu mengerjakan segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

5. Keutamaan Menjaga Kesucian dari Hadats Besar dan Kecil serta Menahan Lapar

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

5. PASAL TENTANG KEUTAMAAN MENJAGA KESUCIAN DARI HADATS BESAR DAN KECIL SERTA MENAHAN LAPAR

Sudah seharusnya setiap murid yang ingin sampai kepada Allah menjaga kesucian dirinya dari hadats besar maupun kecil. Setiap kali ia batal dari wudhunya, maka hendaknya ia berwudhu kembali dan melakukan shalat dua raka’at. Demikian pula jika ia telah mengumpuli istrinya, maka hendaknya ia segera mandi dan bersuci dari hadats kecil, janganlah ia sengaja hidup dalam keadaan junub.

Perlu diketahui bahwa yang menyebabkan seseorang selalu menjaga kesucian dirinya adalah karena ia membatasi perutnya dari makanan. Seseorang yang tidak membatasi perutnya dari segala makanan, maka sangat sulit bagi dirinya untuk menjaga kesucian dari hadats kecil. Demikian pula seseorang yang membatasi makan malamnya, maka ia dapat begadang di malam hari untuk beribadah kepada Allah.

Pokoknya setiap murid hendaknya tidak makan, kecuali jika ia sudah terlalu lapar dan ia tidak boleh tidur, kecuali jika ia sudah mengantuk dan ia tidak boleh berbicara, kecuali seperlunya. Hendaknya ia tidak bergaul dengan semua orang, kecuali jika pergaulannya itu membawa kebaikan bagi dirinya.

Perlu diketahui bahwa seseorang yang banyak makan, maka hatinya akan menjadi keras seperti batu dan anggota tubuhnya malas untuk melaksanakan ibadah. Seseorang yang banyak makannya, maka ia akan selalu mengantuk dan ingin banyak berbicara. Jika seorang murid banyak tidurnya dan ucapannya menjadi kehendaknya, maka kebenarannya tidak akan terlihat jelas, seperti yang disebutkan dalam salah satu sabda Nabi Saw. berikut:

ما ملأ ابن آدم وعاء شرا من بطنه، حسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه.

“Tidak ada sesuatu yang dipenuhi oleh putra Adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah putra Adam makan beberapa suap agar ia dapat berdiri. Jika ia harus memperbanyak makannya, maka sebaiknya ia menyiapkan sepertiga dari perutnya untuk makannya, sepertiga yang lain untuk minumnya dan sepertiga yang lain untuk nafasnya.”

6. Keutamaan Selalu Memfokuskan Diri Bersama Allah dan Beribadah Untuk-Nya

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

6. PASAL TENTANG KEUTAMAAN SELALU MEMFOKUSKAN DIRI BERSAMA ALLAH DAN BERIBADAH UNTUK-NYA

Seharusnya setiap murid menjadi orang yang paling jauh dari perbuatan maksiat dan dosa, hendaknya ia senantiasa menjaga segala kewajiban dan segala perintah Allah, hendaknya ia selalu mendekatkan dirinya kepada Allah dan segera melakukan berbagai amal kebajikan, karena seorang murid tidak berbeda dengan kebanyakan orang, kecuali jika ia senantiasa mentaati Allah dan memutuskan dari segala yang menghalanginya untuk beribadah kepada Allah.

Setiap murid hendaknya selalu memperhitungkan gerak nafasnya dan waktu-waktunya, sehingga ia tidak melakukan sesuatu yang kecil maupun yang besar, kecuali perbuatan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Tuhannya dan dapat menguntungkan dirinya setelah ia kembali kepada Tuhannya.

Seharusnya setiap murid mempunyai waktu-waktu untuk berdzikir yang selalu ia penuhi untuk berdzikir dan ia tidak boleh meninggalkan sesaatpun baik dalam keadaan sulit maupun mudah. Setiap murid hendaknya senantiasa membaca Al-Qur’an dengan mempelajari seluruh kandungannya dan membacanya perlahan-lahan. Hendaknya ia selalu mengagungkan kitab Al-Qur’an ketika ia membacanya, bukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang lalai ketika membaca kitab Al-Qur’an, karena mereka hanya membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang fasih, suara yang keras tetapi hatinya tidak khusyuk dan tidak mengagungkan Allah sedikitpun. Hendaknya setiap murid membaca kitab Al-Qur’an dari awal hingga akhirnya dengan memahami apa yang dibacanya, bukan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang hanya membaca Al-Qur’an berulang kali tetapi tidak mengerti apa artinya, sehingga tidak berbeda dengan seorang yang tidak mengerti tentang Al-Qur’an. Kelak ia akan dituntut oleh Allah, karena setiap orang yang bodoh keadaannya masih lebih baik daripada seseorang yang mengerti tetapi ia tidak dapat mengamalkan ilmunya.

Ketahuilah bahwa malam hari adalah waktu yang tepat bagi seorang hamba untuk bermunajat, bertadharru’ dan beristighfar kepada Tuhannya dengan perasaan yang bersih dan berharap.

Janganlah engkau bangun malam, tetapi di waktu sepertiga malam yang terakhir engkau tidak berdzikir kepada Allah.

7. Kewajiban Mendirikan Shalat dan Selalu Memfokuskan Diri Bersama Allah Ketika Sedang Beribadah

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

7. PASAL TENTANG KEWAJIBAN MENDIRIKAN SHALAT DAN SELALU MEMFOKUSKAN DIRI BERSAMA ALLAH KETIKA SEDANG BERIBADAH

Wahai murid yang bijaksana, hendaknya engkau senantiasa memperhatikan dan peduli untuk mendirikan shalat lima waktu dengan menyempurnakan berdirinya, bacaannya, kekhusyu’annya, ruku’nya, sujudnya dan seluruh rukun-rukun dan sunnah-sunnahnya. Sebelum engkau melakukan shalat, maka hendaknya engkau membayangkan bahwa engkau akan menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa. Janganlah engkau menghadap Allah Yang Maha Kuasa dengan perasaan lalai, sehingga engkau hanya memikirkan urusan dunia belaka, maka engkau mendapat murka Allah dan terusir dari pintu rahmat Allah.

Nabi Saw. pernah bersabda:

إذا قام العبد إلى الصلاة أقبل الله عليه بوجهه فإذا التفت إلى ورائه يقول الله تعالى: ابن آدم التفت إلى من هو خير له مني، فإن التفت الثانية قال مثل ذلك فإن التفت الثالثة أعرض الله عنه.

“Jika seorang hamba telah mengawali shalatnya, maka Allah menghadapkan Wajah-Nya kepadanya. Jika ia menoleh ke belakang, maka Allah berkata kepadanya: “Wahai putra Adam, mengapa engkau menoleh kepada seseorang yang lebih baik dari-Ku?” Jika ia menoleh untuk yang kedua kalinya, maka Allah mengucapkan seperti itu. Jika ia menoleh untuk yang ketiga kalinya, maka Allah akan berpaling kepadanya.”

Jika seseorang menolehkan wajahnya secara lahiriyah, maka Allah berpaling darinya. Maka bagaimanakah jika seseorang menoleh kepada dunia dan kesenangannya di dalam shalatnya? Dan Allah pernah berfirman bahwa Dia tidak akan melihat jasadmu, tetapi Dia melihat hati dan apa saja yang tersembunyi di dalam dadamu.

Ketahuilah bahwa ruh seluruh ibadah dan maknanya adalah menghadirkan hati kita kepada Allah. Barangsiapa yang mengosongkan ibadahnya dari menghadirkan Allah, maka ibadahnya akan sia-sia belaka.

Perumpamaan orang yang tidak menghadirkan hatinya kepada Allah dalam ibadahnya seperti seseorang yang memberi hadiah kepada seorang penguasa yang besar berupa bangkai binatang atau kotak yang kosong. Maka bagaimanakah murkanya sang penguasa kepadanya?

8. Larangan Meninggalkan Shalat Jum’at dan Shalat Berjama’ah dan Perintah Melakukan Sunnah-Sunnah Rawatib

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

8. PASAL TENTANG LARANGAN MENINGGALKAN SHALAT JUM’AT DAN SHALAT BERJAMA’AH DAN PERINTAH MELAKUKAN SUNNAH-SUNNAH RAWATIB

Wahai murid yang bijaksana, janganlah engkau meninggalkan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah, karena kebiasaan itu termasuk kebiasaan orang-orang yang suka berbuat kebathilan dan kebodohan. Jagalah baik-baik shalat sunnah rawatibnya sebelum atau sesudah shalat fardhu, peliharalah baik-baik shalat witir, shalat Dhuha dan menghidupkan waktu di antara Maghrib dan Isya’. Hendaklah kalian sangat peduli untuk menghidupkan waktu setelah shalat Subuh sampai terbitnya matahari dan waktu setelah shalat Ashar sampai terbenamnya matahari, karena di dalam kedua waktu tersebut Allah memberikan berbagai karunia-Nya dan Allah sangat peduli terhadap hamba-hamba-Nya yang menghidupkan waktunya di antara Subuh dan Ashar.

Khususnya siapapun yang menghidupkan waktunya sesudah shalat Subuh sampai terbitnya matahari, maka Allah akan meluaskan rejekinya dan siapapun yang menghidupkan waktunya sesudah shalat Ashar, maka Allah akan memberinya kekuatan untuk mendatangkan rejeki di dalam hatinya.

Itulah yang selalu dikerjakan oleh orang-orang baik dan orang-orang ‘arif billah, sebab Nabi Saw. pernah bersabda:

إن الذي يقعد في مصلاه يذكر الله بعد صلاة الصبح أسرع في تحصيل الرزق من الذي يضرب في الآفاق.

“Sesungguhnya seseorang yang duduk di tempat shalatnya untuk berdzikir kepada Allah sesudah shalat Subuh, maka ia lebih cepat diberi rejeki daripada seseorang yang keliling mencari rejeki.”

9. Anjuran Selalu Berdzikir dan Berpikir Tentang Kebesaran Allah

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

9. PASAL TENTANG ANJURAN SELALU BERDZIKIR DAN BERPIKIR TENTANG KEBESARAN ALLAH

Wahai murid yang baik hati, setelah engkau mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah, hendaknya engkau senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap waktu dan dalam segala keadaanmu yaitu berdzikir dengan hati dan lisan.

Adapun dzikir yang menghimpun dzikir lisan dan hatinya adalah ucapan: “Laa Ilaaha Illallaah.” Karena dzikir ini selalu diperintahkan untuk orang-orang pertama yang hendak menuju Allah dan orang-orang yang akhir.

Siapapun yang ingin mendapat nikmatnya berdzikir dan terbukanya segala hakikat, maka hendaknya ia berdzikir kepada Allah dengan hati yang penuh, dengan tata krama yang penuh dan dengan semangat yang penuh dan fokus yang penuh. Tidaklah semua itu dikerjakan oleh seseorang melainkan Allah akan membuka baginya jalan menuju pintu-pintu langit, sehingga ruhnya dapat menembus alam atas, sedangkan mata hatinya dapat melihat keindahan Allah.

Wahai muridku, hendaknya kalian selalu memperbanyak bertafakkur dalam tiga hal:

  1. Bertafakkur tentang kekuasaan Allah yang ada di langit dan di bumi, agar engkau dapat mengenali Allah.
  2. Bertafakkur tentang berbagai karunia yang diberikan kepadamu, agar engkau mencintai Allah.
  3. Bertafakkur tentang dunia dan akhirat dan keadaan manusia ketika di dunia dan di akhirat, agar engkau dapat berpaling dari dunia dan menghadap kepada akhirat.

Tentang masalah berpikir atau bertafakkur telah kami terangkan di dalam Risalah Al-Mu’awanah, maka bacalah kitab itu siapapun yang ingin mengerti tentang arti tafakkur.

10. Larangan bagi Seseorang yang Merasa Malas untuk Beribadah dan Condong Kepada Perbuatan Dosa

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

10. PASAL TENTANG LARANGAN BAGI SESEORANG YANG MERASA MALAS UNTUK BERIBADAH DAN CONDONG KEPADA PERBUATAN DOSA

Wahai murid yang budiman, jika engkau condong kepada kemalasan dan berat untuk mengerjakan berbagai amal kebajikan, maka kembalikanlah dengan perasaan berharap kepada Allah yaitu mengingat janji Allah bagi orang-orang yang mentaati-Nya yang akan diberi ganjaran yang besar, kesenangan yang abadi, akan diberi rahmat dan ridha Allah dan keabadian di dalam surga, serta akan diberi kemuliaan dan kedudukan tertinggi di sisi Allah.

Jika nafsumu condong kepada hal-hal yang bertentangan dengan Allah, maka kembalikanlah cambuk ketakutan yaitu hendaknya engkau menghadirkan siksa Allah bagi siapapun yang menentang Allah.

Janganlah engkau meremehkan janji dan ancaman Allah yaitu surga dan neraka, hendaknya engkau selalu mengagungkan janji dan ancaman Allah dan hendaknya engkau selalu mengerjakan perintah-perintah-Nya, karena Allah adalah Tuhanmu dan engkau adalah hamba-Nya dan berharaplah engkau untuk dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka dengan karunia dan rahmat-Nya.

Jika setan berkata kepadamu: “Sesungguhnya Allah tidak butuh dengan amalanmu, karena amalanmu tidak berguna bagi-Nya. Demikian pula jika engkau bermaksiat kepada-Nya, maka tidak akan merugikan Allah.” Maka katakanlah kepada setan: “Apa yang engkau katakan adalah benar, tetapi aku membutuhkan pemberian Allah, karena itu aku selalu mengerjakan amal yang shaleh, mentaati apa yang memberi manfaat bagiku dan menjauhi apa yang menjauhkan diriku dari-Nya. Karena itu Allah memberitahu kepada Rasul-Nya sebagai berikut: “Jika engkau bergembira dengan apa yang dijanjikan oleh Allah, pasti engkau akan dimasukkan ke dalam surga, baik engkau mentaati-Nya atau engkau menentang-Nya. Tetapi jika engkau tidak senang dengan janji Allah, maka engkau akan ditempatkan di dalam api neraka, baik engkau taat kepada Allah atau menentang-Nya.”

Janganlah engkau peduli kepada ucapan seseorang yang tidak mengetahui segala yang ghaib, kecuali Allah dan tidak seorangpun yang mengetahui kebahagiaan ataupun kesengsaraan selain Allah. Pokoknya setiap orang wajib mentaati Allah, karena seseorang yang mentaati Allah akan dekat dengan surga, sedangkan seseorang yang menentang Allah, maka ia berakhir di neraka, karena hanya orang yang menentang Allah yang akan dimasukkan ke dalam api neraka.

11. Keadaan Nafsu dan Anjuran Bersabar

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

11. PASAL TENTANG KEADAAN NAFSU DAN ANJURAN BERSABAR

Wahai murid yang budiman, ketahuilah bahwa awal mula menuju kepada Allah harus disertai dengan kesabaran dan akhirnya harus di ikuti dengan perasaan syukur, karena awal mula menuju Allah sangat sulit tetapi di akhirnya adalah kebahagiaan dan mencapai ridha Allah dan bertemu dengan Allah beserta malaikat yang ada di hadapan-Nya. Siapapun yang melakukan ketaatannya dengan kesabaran yang penuh, maka ia akan mencapai segala kebaikan dan segala apa yang diharapkan olehnya.

Perlu diketahui pula bahwa pada mulanya nafsu selalu mengajak manusia kepada kejahatan dan melarang dari kebaikan, tetapi jika manusia selalu memerangi nafsunya dan bersabar untuk mentaati Allah, maka nafsu itu akan menjadi nafsu lawwamah.

Adakalanya nafsu itu menyuruh kepada kebaikan dan adakalanya mengajak pada keburukan. Jika seseorang selalu mengendalikan nafsunya, maka nafsu itu akan menyuruhnya kepada kebaikan dan merasakan nikmatnya keimanan dan nafsu itu akan menjauhkannya dari segala kejahatan.

Adapun seseorang yang memiliki nafsu yang tenang akan merasa heran jika melihat seseorang yang berpaling dari ketaatan Allah dan condong kepada segala perbuatan maksiat dan bujuk rayu syahwat.

Sesungguhnya seseorang tidak mempunyai daya untuk memiliki nafsu yang tenang, kecuali jika ia senantiasa memerangi segala hawa nafsu dan perbuatan dosa.

Telah engkau ketahui bahwa siapapun yang bersabar untuk tidak berbuat maksiat dan memenuhi segala keinginannya dan ia senantiasa mentaati Tuhannya, pasti ia akan mencapai kebaikan dan kedudukan yang tertinggi di sisi Tuhannya. Bagaimana tidak jika Allah telah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 200)

Selain itu Allah juga berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنٰى عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۙ بِمَا صَبَرُوْا

_”Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.” (QS. Al-A’raaf [7]: 137)

Selain itu, Allah juga berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْاۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah [32]: 24)

Demikian pula Nabi Saw. juga bersabda:

من أقل ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ومن أوتي حظه منهما فلا يبالي بما فاته من قيام الليل وصيام النهار.

“Sekecil-kecil yang diberikan kepada kalian adalah keyakinan dan kesabaran. Siapapun yang diberi keduanya, maka ia tidak perlu lagi memikirkan masalah beribadah di malam hari dan berpuasa di siang hari.”

12. Bersabar dan Rejeki Telah Dibagi oleh Allah

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

12. PASAL TENTANG BERSABAR DAN REJEKI TELAH DIBAGI OLEH ALLAH

Perlu diketahui bahwa adakalanya seorang murid diuji dengan kemiskinan dan kesulitan mencari sumber hidup. Ketika itu hendaknya ia bersyukur kepada Allah dan menganggapnya sebagai karunia yang terbesar dari Allah, karena masalah dunia adalah musuh dan Allah akan menghadapi semua musuhnya sendiri dan akan memalingkan musuh-musuhnya dari orang-orang yang dicintai-Nya. Karena itu, seseorang yang dicoba dengan kesulitan hidup, maka hendaknya ia bersyukur kepada Allah, karena ia disamakan dengan para Nabi, para wali dan hamba-hamba Allah yang shaleh.

Perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah mengganjal perutnya dengan batu, agar Beliau tidak merasa terlalu lapar. Bahkan disebutkan pula bahwa Beliau pernah hidup selama 2 bulan atau lebih, sedangkan di rumahnya tidak pernah menyalakan api, Beliau cukup makan buah kurma dan minum air.

Pernah disebutkan bahwa ada seorang tamu berkunjung ke rumah Beliau dan Beliau mencari ke rumah setiap istrinya: “Apakah ada makanan yang dapat disuguhkan kepada seorang tamu?” Tetapi semua istrinya mengatakan: “Tidak ada makanan sesuap pun.”

Disebutkan juga bahwa Beliau meninggal dunia, sedangkan Beliau menyerahkan baju perangnya kepada seorang Yahudi sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah gandum, karena di rumahnya tidak mempunyai bahan makanan apapun untuk dimakan.

Karena itu, jadikanlah contoh Nabi Saw. ini sebagai teladan yang paling baik agar perasaan malumu tetap terjaga dan sesuap nasi yang engkau peroleh dengan cara yang halal cukup menjadikanmu hidup yang layak. Sebagai seorang murid yang budiman, janganlah engkau mempunyai cita-cita untuk mencintai dunia dan harta, karena keduanya adalah racun yang mematikan, bahkan seseorang yang diberi harta yang luas kelak akan dipehitungkan seteliti-telitinya oleh Allah, apalagi jika harta bendanya digunakan untuk bersenang-senang menuruti hawa nafsunya.

Andaikata engkau melihat kesulitan yang diderita oleh orang-orang kaya, pasti engkau akan lebih memilih hidup sederhana, karena hidup sederhana menjadikan dirimu bahagia dan tidak tercela karena mencintai dunia, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

وَلَوْلَآ اَنْ يَّكُوْنَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً لَّجَعَلْنَا لِمَنْ يَّكْفُرُ بِالرَّحْمٰنِ لِبُيُوْتِهِمْ سُقُفًا مِّنْ فِضَّةٍ وَّمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُوْنَۙ (٣٣) وَلِبُيُوْتِهِمْ اَبْوَابًا وَّسُرُرًا عَلَيْهَا يَتَّكِـُٔوْنَۙ (٣٤) وَزُخْرُفًاۗ وَاِنْ كُلُّ ذٰلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَالْاٰخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِيْنَ (٣٥)

“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 33-35)

Selain itu, Rasulullah Saw. juga bersabda:

الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر، ولو كانت تزن عند الله جناح بعوضة ما سقى كافرا منها شربة ماء.

“Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang kafir. Andaikata nilai dunia sama nilainya dengan satu sayap seekor nyamuk, pasti Allah tidak akan memberi minum kepada seorang kafirpun.”

Perlu diketahui bahwa sejak Allah menciptakan dunia, maka Allah tidak pernah melihat dunia sedikitpun. Ketahuilah bahwa rejeki telah dibagi menurut pembagian Allah di antara hamba-hamba-Nya. Di antara mereka ada yang diberi keluasan dalam rejekinya, tetapi di antara mereka adapula yang dipersempit sumber rejekinya dan semua itu menurut kebijaksanaan Allah. Jika engkau diberi kesempitan sumber rejekimu, maka hendaknya engkau menerimanya dengan kesabaran, kepuasan dan menerima apa adanya yang dibagikan oleh Tuhanmu kepadamu. Tetapi jika engkau termasuk orang yang diberi keluasan dalam rejekimu, maka gunakanlah rejekimu itu secukupnya dan sisanya berikan kepada orang lain atau amalkan dalam bidang-bidang kebajikan.

Perlu diketahui bahwa jika seseorang ingin menuju ke jalan Allah, maka ia tidak perlu meninggalkan hartanya jika ia mempunyai harta atau meninggalkan pekerjaannya dan perdagangannya jika ia mempunyai pekerjaan dan perdagangan, tetapi hendaknya ia selalu bertakwa kepada Allah dalam segala keadaannya, terutama dalam mencari sumber rejeki, maka hendaknya ia mencarinya dari sumber yang halal tanpa meninggalkan kewajibannya maupun amal-amal sunnahnya, jangan sampai terjatuh dalam bidang yang diharamkan oleh Allah atau terjebak di suatu tempat yang tidak bisa menembus jalan menuju Allah.

Seorang murid mengetahui bahwa hatinya tidak akan lurus dan agamanya tidak akan selamat, kecuali setelah ia melepaskan dirinya dari kecintaan kepada dunia dan harta. Apalagi jika ia mempunyai sejumlah istri dan anak yang wajib diberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal bagi mereka, maka ia harus berusaha sekuat tenaganya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tetapi jika ia tidak mampu sama sekali menurut syari’at, maka ia telah keluar dari tanggung jawabnya.

Perlu diketahui juga bahwa seorang murid tidak dapat mentaati Allah dan menjauhi kesenangan syahwat serta berpaling dari dunia, kecuali jika ia merasa bahwa kehidupannya di dunia hanyalah sementara dan sebentar lagi ia akan mati. Karena itu, hendaknya ia menjadikan kematian selalu menghadang di depan matanya, agar ia dapat mempersiapkan dirinya untuk mati dan bertemu dengan Allah.

Perlu diketahui bahwa setiap murid tidak boleh mempunyai angan-angan yang kosong, karena hal itu dapat menimbulkan kecintaannya kepada dunia yang menyebabkan dirinya malas beribadah dan melepaskan dirinya untuk menuju akhiratnya.

Hendaknya setiap murid selalu mempunyai perasaan bahwa ia akan segera mati dalam usia yang pendek, karena itu hendaknya ia selalu peduli kepada kehidupan akhiratnya.

13. Anjuran Bersabar Ketika Disakiti Orang Lain dan Berjaga Diri dari Cobaan Mereka

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

13. PASAL TENTANG ANJURAN BERSABAR KETIKA DISAKITI ORANG LAIN DAN BERJAGA DIRI DARI COBAAN MEREKA

Adakalanya seorang murid dizalimi oleh murid-murid yang lain, maka hendaknya ia bersabar dan tidak membalas perilaku jahat mereka dengan perilaku jahat yang sama, hendaknya ia membersihkan hatinya dari perasaan dendam, ingin membalas dan janganlah ia mendoakan siapapun yang telah menganiaya dirinya dengan doa yang tidak baik dan jangan sampai mengatakan: “Orang itu terkena musibah karena telah menyakiti diriku.”

Yang lebih utama dari bersabar ketika diganggu seseorang adalah memaafkan pelakunya dan mendoakan bagi dirinya semoga pelakunya diberi petunjuk yang baik oleh Allah. Itulah jejak para shiddiq. Hendaknya engkau menganggap ketidak pedulian seseorang kepadamu sebagai suatu karunia dari Tuhanmu, karena jika mereka peduli kepadamu adakalanya engkau lupa dari mentaati Tuhanmu. Tetapi jika engkau diuji dengan penghormatan, pengagungan dan pujian mereka terhadap dirimu, maka janganlah engkau terlalai dari cobaan mereka dan bersyukurlah kepada Allah. Kemudian jika engkau takut terhadap dirimu untuk berpura-pura dan berbuat kebaikan di hadapan mereka sehingga engkau lalai dari mengingat Allah dengan dekatnya engkau bersama mereka, maka hindarilah mereka perlahan-lahan dan tutuplah pintu dari mereka, jika engkau tidak dapat melakukannya maka tinggalkanlah tempatmu ke tempat yang tidak diketahui oleh mereka. Sebaiknya engkau lebih mengutamakan menutup diri dari ketenaran dan kelebihan, karena ketenaran dan keunggulan merupakan cobaan yang paling besar.

Salah seorang salaf shaleh berkata: “Sungguh beruntung seseorang yang tidak diketahui oleh orang lain tempat keberadaannya.”

Kata salah seorang salaf shaleh yang lain: “Tidaklah Allah mencintai seseorang, kecuali ia tidak dikenal oleh orang lain di mana ia berada.”

Kata salah seorang salaf shaleh yang lain:

ما أعرف رجلا أحب أن يعرفه الناس إلا ذهب دينه وافتضح.

“Aku tidak mengenal seseorang yang lebih dicintai orang lain, kecuali agamanya dan nama baiknya akan lenyap.”

14. Memelihara Diri dari Mengganggu Orang Lain

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

14. PASAL TENTANG MEMELIHARA DIRI DARI MENGGANGGU ORANG LAIN

Wahai muridku yang budiman, berusahalah engkau membersihkan dirimu dari perasaan takut dan berharap kepada orang lain, karena yang sedemikian itu akan menyebabkan engkau tidak berani menyampaikan yang benar, bahkan engkau akan mendiamkan suatu kebathilan, padahal hal itu adalah penghinaan terhadap agama.

Demikian pula janganlah engkau merasa takut dan berharap kepada mereka, sehingga engkau tidak berani menyampaikan yang baik dan mencegah yang mungkar. Cukuplah seorang mukmin menjadi hina jika seorang mukmin takut kepada selain Allah, karena itu seorang mukmin tidak boleh berharap dan takut kepada siapapun selain Allah.

Jika salah seorang di antara saudaramu sesama kaum muslimin menyuruh yang baik dengan cara yang baik pula, maka terimalah nasehat baiknya dan bersyukurlah kepada Allah, karena masih ada orang yang mengingatkan dirimu untuk berbuat baik atau yang mau memberimu kebaikan di antara hamba-hamba-Nya. Jika engkau tidak memerlukannya, maka perhatikan nasehat baiknya, jika berguna bagimu maka terimalah atau jika tidak berguna maka tolaklah dengan lembut, agar hati orang itu tidak putus asa, karena kehormatan seorang muslim di sisi Allah sangat tinggi.

Janganlah engkau menolak kebenaran dan terimalah dengan penuh perhatian, karena menerima kebenaran dengan baik maka hal itu lebih baik bagimu daripada menolaknya karena zuhud dan berpaling dari dunia, karena kebenaran tidak akan bercampur dengan keburukan.

Karena itu, sebaiknya engkau menjadikan karunia Tuhanmu sebagai cahaya di hatimu, sehingga engkau dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.

15. Larangan Meminta dari Guru Mukasyafah dan Karomah

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

15. PASAL TENTANG LARANGAN MEMINTA DARI GURU MUKASYAFAH DAN KAROMAH

Di antara sesuatu yang paling berbahaya bagi seorang murid adalah ketika ia minta diberi mukasyafah dan berharap mendapatkan karomah atau kebiasaan yang luar biasa. Sesungguhnya mukasyafah atau karomah tidak akan diberikan selama ia masih berharap untuk menunjukkan kelebihan dirinya dan selama ia menginginkannya.

Adakalanya sebagian mukasyafah atau karomah diberikan bagi orang-orang yang ghurur demi untuk menguji mereka dan kelemahan iman orang-orang yang beriman. Sebenarnya masalah ini adalah kehinaan bukan karomah, karena jika karomah diberikan kepada orang-orang yang istiqamah, maka mereka bersyukur kepada Allah dan tidak merasa ada kelebihan dari dirinya.

Janganlah engkau memamerkan kepada orang lain akan kelebihan yang diberikan kepadamu, sebaiknya engkau tidak berbicara dan tidak memberitahukannya. Jika engkau tidak diberi kelebihan apapun oleh Allah, janganlah engkau berharap dan menyesali dirimu.

Ketahuilah bahwa karomah mencakup semua bentuk karomah. Dan karomah yang asli adalah jika seseorang senantiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara lahir batin. Sebaiknya engkau memperbaiki hatimu agar semua benda yang di langit maupun di bumi mentaati perintah-Nya dan engkau tidak terhalangi dari Tuhanmu dan tidak menyibukkan dirimu dengan berbagai bentuk karomah.

16. —

17. Tata Cara Berhubungan Baik dengan Orang-Orang Baik dan Tata Cara Seorang Murid Terhadap Gurunya yang Bersifat Sempurna

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

17. PASAL TENTANG TATA CARA BERHUBUNGAN BAIK DENGAN ORANG-ORANG BAIK DAN TATA CARA SEORANG MURID TERHADAP GURUNYA YANG BERSIFAT SEMPURNA

Wahai murid yang budiman, hendaknya engkau mempunyai perhatian yang khusus untuk bergaul dengan orang-orang shaleh yang baik dan selalu mencari kesempatan yang terbaik untuk bertemu dengan Guru Mursyidmu yang suka memberi nasehat tentang syari’at dan mengajakmu menjalankan tarekat, agar engkau dapat menikmati hakikat tarekat, berotak sempurna, berlapang dada, berakal sehat dan mengetahui tingkatan-tingkatan manusia yang berbeda antara naluri, fitrah dan keadaan mereka.

Jika engkau berhasil menjaga hatimu dengan baik, maka serahkan dirimu kepada Guru Mursyidmu segala urusanmu, mintalah pendapat dan petunjuk tentang segala urusanmu, ikutilah perilaku dan tutur katanya, kecuali jika ada sesuatu yang khusus darinya yang tidak perlu engkau ketahui, janganlah engkau berpaling sedikitpun dari keadaannya secara lahir dan batin. Jika di hatimu tergerak perasaan yang tidak baik terhadap Guru Mursyidmu, maka buanglah perasaan itu dari hatimu. Jika engkau tidak mampu melakukannya, maka mintalah petunjuk dari Guru Mursyidmu agar ia memberimu jalan keluar dan beritahukan kepadanya apa yang terjadi dalam hatimu, terutama tentang masalah tarekat yang engkau terima daripadanya.

Janganlah engkau mentaati Guru Mursyidmu secara terang-terangan, karena Beliau sangat mengetahui apa yang engkau lakukan dan apa yang engkau sembunyikan, agar engkau tidak binasa karenanya.

Janganlah engkau berkumpul dengan salah satu Guru Mursyid yang nampaknya menunjukkan perjalanan yang baik tanpa seizin dari Guru Mursyidmu. Jika engkau mendapat izin dari Guru Mursyidmu, maka peliharalah hatimu dan kumpulkan dengan apa yang engkau inginkan. Jika Guru Mursyidmu tidak memberi izin, maka ketahuilah bahwa ia sangat peduli kepadamu dan janganlah engkau berprasangka yang buruk terhadap dirinya, apalagi menyangka bahwa Guru Mursyidmu mempunyai perasaan hasud atau iri. Hendaknya engkau selalu berlindung kepada Allah dari perasaan semacam itu terhadap Guru Mursyidmu.

Wahai murid yang budiman, janganlah engkau minta Guru Mursyidmu memberikan karomah atau mukasyafah melalui gerakan hatimu, karena tidak seorangpun yang dapat mengetahui yang ghaib, kecuali Allah.

Tujuan seorang wali adalah ingin diberitahu oleh Allah sebagian dari hal yang ghaib dan adakalanya seorang murid mendatangi Guru Mursyidnya untuk dibuka apa yang ada di dalam hatinya, tetapi ia tidak mau membukanya meskipun ia mengetahui segala yang ghaib dalam dirinya.

Adapun mukasyafah adalah untuk melindungi dirinya dari berbagai rahasia dan untuk menutupi kelebihannya, karena para Guru Mursyid selalu berhati-hati untuk menyembunyikan berbagai rahasia yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Pada umumnya, mereka tidak ingin membuka sedikitpun rahasia atau karomah yang diberikan oleh Allah kepada mereka.

Pada umumnya, karomah yang diberikan kepada para wali akan terjadi begitu saja tanpa kehendak dari mereka. Jika ada karomah yang muncul di hadapan seorang wali, biasanya mereka berwasiat kepada orang-orang yang melihat karomahnya agar mereka menutupnya dengan baik dan tidak memberitahukannya kepada orang lain. Tetapi adakalanya juga mereka memperlihatkan karomahnya untuk suatu kepentingan.

Ketahuilah bahwa seorang Guru Mursyid yang sempurna adalah seorang yang sangat perhatian kepada muridnya, baik ketika ia berada di hadapan muridnya maupun di luar jangkauan muridnya.

Jika seorang murid berada jauh dari Guru Mursyidnya, hendaknya ia selalu minta petunjuk secara penuh tentang dirinya. Janganlah seorang murid mempunyai hati yang berubah terhadap Guru Mursyidnya meskipun ia menemukan sejumlah Mursyid dari barat dan timur yang akan memperbaiki dirinya, maka mereka tidak akan dapat memperbaiki sang murid, kecuali setelah mendapat izin dari Guru Mursyidnya sendiri.

Perlu diketahui bahwa sang murid tidak boleh memaksa Gurunya untuk menghakimi dirinya tentang apa yang disebutkan oleh Sang Guru sampai sang murid mengetahui keahliannya dan kedekatannya dengan Gurunya. Demikian pula seorang Guru Mursyid tidak boleh menerima seorang murid sebelum menguji kecakapannya dan kesungguhannya untuk mencari jalan Allah.

Para Guru Mursyid mempersyarat para muridnya agar mereka menuruti Guru Mursyidnya, seperti orang mati yang berada di tangan orang yang memandikannya atau anak bayi yang diasuh oleh ibunya. Masalah seperti ini tidak akan terjadi terhadap Guru Mursyid yang diambil berkahnya meskipun tujuan seorang murid berguru untuk mengambil berkahnya tanpa menghakiminya. Setiap kali seorang murid selalu mengunjungi Guru Mursyidnya, maka makin banyak mendapatkan keberkahan bagi dirinya.

Jika seorang murid tidak menemukan seorang Guru Mursyid, maka hendaknya ia selalu bersungguh-sungguh dan berharap penuh kepada Allah agar Allah menjadi Guru Mursyidnya, karena Allah selalu mengabulkan doa orang yang bersungguh-sungguh kepada-Nya. Kelak ia akan ditemukan oleh seorang Guru Mursyid untuk sampai kepada Allah.

Adakalanya seorang murid menyangka bahwa ia tidak akan menemukan seorang Guru Mursyid baginya, padahal ia telah menemukan seorang Guru Mursyid yang tidak dapat dilihatnya. la senantiasa diperhatikan dengan perasaan Guru Mursyidnya, padahal ia tidak mengetahui siapakah yang menjadi Guru Mursyidnya. Tetapi seorang murid hendaknya selalu berprasangka baik kepada Guru Mursyidnya meskipun ia tidak pernah bertemu dengannya.

Adakalanya Allah tidak pernah mempertemukan seorang Guru Mursyid dengan murid-muridnya karena kebijaksanaan Allah yang terbaik bagi para murid yang ingin menemukan jalan untuk menuju kepada-Nya.

Penyempurna

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

PENYEMPURNA

Wahai murid yang budiman, jika engkau ingin bertanya sesuatu kepada Guru Mursyidmu, maka tanyakanlah dengan penuh kesopanan meskipun engkau harus bertanya kepadanya berulang kali, karena seseorang yang tidak pernah bertanya kepada Guru Mursyidnya bukan termasuk kesopanan yang sempurna, kecuali jika Guru Mursyidmu menyuruhmu untuk diam dan tidak menanyakan suatu apapun kepadanya, maka pada saat itu engkau harus berdiam diri dan tidak menanyakan suatu apapun kepadanya.

Jika Guru Mursyidmu melarangmu melakukan sesuatu atau menyuruhmu berbuat sesuatu, hendaknya engkau peduli kepada larangan dan perintahnya dan hendaknya engkau yakin bahwa Gurumu melarang atau menyuruhmu berbuat sesuatu untuk kebaikan dirimu. Jika sampai terjadi pelanggaran daripadamu, maka hendaknya engkau segera minta maaf kepada Gurumu sampai ia memberimu maaf.

Jika hatimu mengingkari gerakan hati Guru Mursyidmu, maka hendaknya engkau segera memberitahukan kepadanya tentang perubahan hatimu terhadapnya, agar ia memberitahumu apa saja yang harus engkau lakukan terhadapnya, termasuk juga engkau harus minta maaf kepadanya. Atau mungkin saja apa yang engkau perkirakan dalam hatimu tentang hati Guru Mursyidmu hanyalah bisikan setan belaka. Tetapi jika engkau telah mengetahui bahwa Guru Mursyidmu memberimu maaf sehingga hatimu menjadi tenang kembali, maka yakinlah bahwa Guru Mursyidmu akan tetap memberi petunjuk bagimu.

Jika engkau melihat banyak murid yang menghormati Gurumu secara lahir dan batin dan menjalankan semua perintahnya, maka yakinlah bahwa Guru Mursyidmu adalah sebaik-baik Guru Mursyid bagimu dan bagi yang lain.

Penutup

Risalah Adabu Sulukil Muridi
(Etika Kaum Sufi – Tata Krama Seorang Murid Terhadap Gurunya)
Karya al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad

PENUTUP

Perlu kami nukilkan ucapan para Guru Mursyid ra. sebagai berikut:

“Seorang murid tidak akan menjadi murid yang sempurna sampai ia mendapatkan apa saja di dalam Al-Qur’an, mengetahui kekurangannya daripada kebaikannya, tidak butuh kepada selain Allah dan ia menilai sama antara emas dan tanah.”

“Seorang murid yang bijaksana adalah seorang yang senantiasa menjaga larangan-larangan Allah, memenuhi janji-janji-Nya, merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan bersabar dengan apa yang hilang darinya.”

“Seorang murid yang bijaksana adalah seorang yang mensyukuri karunia yang ia terima dari Allah, bersabar atas segala cobaan, merasa puas dengan cobaan yang pahit baginya, memuji Tuhannya di kala senang maupun susah dan ikhlas di dalam rahasia dan kesepiannya.”

“Seorang murid yang budiman tidak pernah terlalaikan oleh adanya perubahan, tidak pernah menghamba kepada segala peninggalan, tidak pernah dikalahkan oleh syahwatnya dan tidak pernah dihakimi oleh adat istiadatnya. Setiap pembicaraannya mengandung dzikir dan kebijaksanaan, diamnya senantiasa berpikir dan mengambil pelajaran. Ia mendahulukan perbuatannya dari tutur katanya, ia membenarkan ilmunya dengan perbuatannya, syiarnya adalah perasaan khusyuk dan rendah hati, kepribadiannya selalu tunduk dan lapang dada, ia selalu mengikuti dan mengutamakan kebenaran, ia selalu menolak dan mengingkari kebathilan, ia selalu mencintai dan menjadikan pimpinan orang-orang yang baik, ia selalu membenci dan menjauhi orang-orang yang selalu berperilaku jahat, beritanya lebih baik dari berita dirinya, pergaulannya lebih indah dari sebutannya. Ia selalu menolong orang lain, suka membantu orang yang sedang kesusahan, ia tidak pernah mengeluh, dapat dipercaya dan diamanati, ia tidak pernah berdusta dan berkhianat, ia tidak pernah kikir dan penakut, ia tidak pernah mencaci atau mengutuk, ia tidak pernah memikirkan keburukan orang lain dan tidak pernah kikir untuk memberi apa yang dimilikinya, ia senantiasa menolong orang lain, mempunyai niat baik terhadap orang lain, hatinya tidak pernah dendam terhadap orang lain, kemauannya ingin selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya, ia tidak peduli kepada kesenangan duniawi. Ia tidak pernah berbuat dosa terus menerus, bahkan ia tidak pernah mencintai perbuatan maksiat dan hawa nafsu. Ia selalu menepati janji dan berani berbuat untuk membela kebenaran, ia selalu malu dan pandai menjaga dirinya dari kejahatan, ia tidak pernah menyakiti hati orang lain. Jika ia berbuat dosa, maka ia segera bertaubat dan mohon ampun. Jika ia dizalimi orang lain, maka ia selalu memaafkan dan mengampuninya. Ia pandai menjaga kelebihan dirinya, ia tidak pernah menonjolkan dirinya dan tidak mau dikenal orang lain. Ia selalu menutup lisannya dari ucapan yang tidak berguna, hatinya selalu merasa kurang untuk mentaati Tuhannya, ia tidak pernah menghina syiar-syiar agamanya, tidak pernah menyenangkan orang lain demi menjadikan murka Tuhannya. Ia selalu merasa senang dengan kesendiriannya dan selalu rindu kepada orang-orang baik. Tidaklah ia bertemu dengan seseorang, kecuali ia dalam keadaan berbuat kebaikan atau menyampaikan ilmu kepada orang lain. Ia selalu diharap kebaikannya dan tidak seorangpun yang takut terhadap kejahatannya. Ia tidak pernah menyakiti siapapun yang telah menyakitinya, ia tidak pernah menjauhi siapapun yang menjauhinya. Ia bagai pohon kurma yang selalu dilempari dengan batu tetapi ia menjatuhkan buah kurma yang manis. Ia bagai bumi untuk membuang segala keburukan, tetapi ia tidak pernah mengeluarkan kecuali yang berguna bagi orang lain. Cahaya kebenarannya lebih bersinar dari lahiriyahnya. Ia selalu terliha berwajah ceria dan selalu memendam perasaan susahnya. Pokoknya semua usaha dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapat ridha Tuhannya, kegemarannya hanya ingin mengikuti jejak Rasulullah Saw. Ia selalu berusaha meniru jejak Rasulullah Saw. dalam segala keadaannya, mengikuti kemuliaan pribadi Beliau Saw. dalam perbuatan dan tutur katanya. Ia senantiasa menjalankan perintah Tuhannya yang pernah disebutkan dalam firman Allah berikut:

وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)

مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 80)

اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah.” (QS. Al-Fath [48]: 10)

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]: 31)

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nuur [24]: 63)

“Ia selalu engkau lihat dalam mengikuti jejak Nabinya karena menuruti perintah Tuhannya dan berharap dengan pahala yang dijanjikan oleh Tuhannya dan melarikan diri dari murka dan siksa-Nya, seperti yang kami sebutkan dalam firman-firman Allah di atas. la senantiasa berharap pahala Tuhannya dan selalu takut pada siksa Tuhannya.”

اللهم أنا نسألك بأنك أنت الله الذي لا إله إلا أنت الحنان المنان بديع السماوات والأرض ياذا الجلال والإكرام أن ترزقنا كمال المتابعة لعبدك ورسولك سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم في أخلاقه وأعماله وأقواله ظاهرا وباطنا وتحيينا وتميتنا على ذلك برحمتك يا ارحم الراحمين.

اللهم ربنا لك الحمد حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك. سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم. لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين.

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, karena Engkau adalah Allah yang tiada Tuhan selain Engkau Yang Maha Pemberi dan Maha Penyayang, Engkau Yang Menciptakan langit dan bumi, wahai Tuhan Yang Maha Mulia dan Terpuji, berilah kami kesempatan untuk mengikuti jejak hamba dan Rasul-Mu yaitu Nabi Muhammad Saw. dalam perilaku, perbuatan dan tutur kata Beliau Saw. yang lahir maupun yang batin. Berilah kami hidup dan kematian karena mencintai Rasul-Nya dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih di antara Yang Maha Penyayang.

Ya Allah, bagi-Mu segala puji, pujian yang terbanyak, terbaik dan penuh barokah seperti kemuliaan Diri-Mu dan kebesaran-Mu. Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”

Kitab ini telah selesai penulisannya yang sengaja kami hadiahkan bagi seorang murid yang senantiasa mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya dan mendiktekan kitab ini selama 7 malam 8 hari dari bulan Ramadhan tahun 1071 H, semoga kitab ini berguna bagi kita semua.

Apakah Anda menemukan masalah teknis pada website atau aplikasi ini? Mohon hubungi kami melalui link berikut:

Platform Lain: