Custom Search Widget

Indeks

Judul Kitab

Jawahirul Kalamiyah

Penulis Kitab

Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

Durasi Baca

32 Menit

Bagikan

Facebook
WhatsApp

Indeks

1. Apa Pengertian Aqidah Islamiah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

1. Apa Pengertian Aqidah Islamiah?

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan menyebut nama Allah yg Maha Pengasih dan Maha Penyayang

الْحَمْدُ لِلّه وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَبَعْدُ، فَهَذِهِ رِسَالَةٌ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى الْمَسَائِلِ الْمُهِمَّةِ فِىْ عِلْمِ الْكَلَامِ, قَرِيْبَةُ الْمَأْخَذِ لِلْأَفْهَامِ وَجَعَلْتُهَا عَلَى طَرِيْقِ السُّؤِلِ وَالْجَوَابِ، وَتَسَاهَلْتُ فِىْ عِبَارَتِهاَ تَهْسِيْلًا لِلطُّلَّابِ

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada kekasih kita Sayyidina Muhammad Saw., para Sahabat ra., dan para pengikut Beliau Saw. Pada Makalah ini sengaja disajikan dalam dalam bentuk pertanyaan terkait dengan ilmu kalam, ajaran pokok Islam/Aqidah untuk mempermudah dan memperdalam pemahaman kita, disajikanlah dengan bahasa tanya jawab dan digambarkan dengan sesuatu yang mudah dipahami oleh para pelajar.

الْمُقَدِّمَةُ

وَتَشْتَمِلُ عَلَى اَرْبَعِ مَسَائِلَ

PENDAHULUAN MEMUAT EMPAT MASALAH

س : مَا مَعْنَى الْعَقِيْدَةِ الاِسْلَامِيَّةِ ؟

Soal: Apakah pengertian akidah Islamiah?

ج : اَلْعَقِيْدَةُ الْإِسْلَامِيَّةُ هِيَ الْاُمُوْرُ الَّتِىْ يَعْتَقِدُهَا اَهْلُ الْإِسْلَامِ اَىْ يَجْزِمُوْنَ بِصِحَّتِهَا

Jawaban: Akidah Islamiah adalah beberapa perkara yang diyakini oleh pemeluk Islam (mereka membenarkan dengan mantab) atau (sehingga dengan itu ibadah menjadi sah)

2. Apa Itu Islam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

2. Apa Itu Islam?

س : مَا مَعْنَى الْاِسْلَامِ ؟ 

Soal: Apakah yang dimaksud dengan Islam?

ج : اَلْاِسْلَامُ هُوَ الْاِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيْقُ بِالْقَلْبِ بِاَنَّ جَمِيْعَ مَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَصِدْقٌ.

Jawaban: Islam adalah mengakui dengan lidah dan membenarkan dengan hati, bahwa dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., adalah haqq (dari Tuhan) dan benar (sekalipun tidak masuk akal manusia)

3. Berapa Rukun Aqidah Islam (Rukun Iman)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

3. Berapa Rukun Aqidah Islam (Rukun Iman)?

سَ : مَا اَرْكَانُ الْعَقِيْدَةِ الْاِسْلَامِيَّةِ اَىْ اَسَاسُهَا؟ 

Soal: Apa itu rukun iman/aqidah dalam Islam?

جَ : اَرْكَانُ الْعَقِيْدَةِ الْاِسْلَامِيَّةِ سِتَّةُ اَشْيَاءَ: وَهِيَ: الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَالْاِيْمَانُ بِمَلَائِكَتِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِكُتُبِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِرُسُلِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِالْيَوْمِ الْاَخِرِ، وَالْاِيْمَانُ بِالْقَدَرِ.

Jawaban: Rukun Akidah Islamiah ada enam:

Iman dengan takdir (yang baik atau buruk)

Iman kepada Allah Ta’ala,

Iman kepada malaikat-malaikat-Nya (sekalipun tidak mengerti berapa jumlah atau seluruh namanya),

Iman terhadap kitab-Nya,

Iman kepada para Rasul-Nya,

Iman kepada hari kemudian (setelah meninggal dunia),

4. Bagaimana Beriman Kepada Allah Ta’ala Secara Global?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

4. Bagaimana Beriman Kepada Allah Ta’ala Secara Global?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA

TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

سَ : كَيْفَ الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اِجْمَالًا؟ 

Soal: Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala dengan cara global?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُتَّصِفٌ بِجَمِيْعِ صَفَاتِ الْكَمَالِ, وَمُنَزَّهٌ عَنْ جَمِيْعِ الصِّفَاتِ النُّقْصَانِ.

Jawaban: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna dan Maha Suci dari semua sifat kekurangan.

5. Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

5. Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

سَ : كَيْفَ الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى تَفْصِيْلًا؟ 

Soal: Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

جَ : هُوَ اَنْ يَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْوُجُوْدِ، وَالقِدَمِ، وَالْبَقَاءِ، وَالْمُخَالَفَةِ لِلْحَوَادِثِ، وَالقِيَامِ بِنَفْسِهِ، وَالْوَحْدَانِيَّةِ، وَالحَيَاةِ، وَالعِلْمِ، وَالْقُدْرَةِ، وَالاِرَادَةِ، وَالسَّمْعِ، وَالبَصَرِ، وَالْكَلَامِ، وَاَنَّهُ حَيٌّ، عَلِيْمٌ، قَادِرٌ، مُرِيْدٌ، سَمِيْعٌ، بَصِيْرٌ، مُتَكَلِّمٌ.

Jawaban: Yaitu kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat wujud, terlebih dahulu, kekal (tidak akan mati, berbeda dengan makhluk, berdiri sendiri, esa, hidup, ilmu, kuasa, berkehendak, mendengar, melihat, dan berfirman. Sesungguhnya Allah Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berfirman.

6. Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

6. Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

سَ : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِالْوُجُوْدِ لِلَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى مَوْجُوْدٌ وَ اَنَّ وُجُوْدَهُ بِذَاتِهِ لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ وَاَنَّ وُجُوْدَهُ وَاجِبٌ لَا يُمْكِنُ اَنْ يَلْحَقَهُ عَدَمٌ

Jawaban: Yaitu kita beri’tikad, bahwa Allah itu ada. Keberadaannya dengan sendirinya, tanpa perantara sesuatu. Sesungguhnya keberadaan Allah adalah wajib, tidak mungkin mengalami ‘adam (ketiadaan Allah).

7. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

7. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِالْقِدَمِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ قَدِيْمٌ، يَعْنِى اَنَّهُ مَوْجُوْدٌ قَبْلَ كُلِّ شَيْئٍ وَاَنَّهُ لَمْ يَكُنْ مَعْدُوْمًا فِى وَقْتٍ مِنَ الْاَوْقَاتِ وَاَنَّ وُجُوْدَهُ لَيْسَ لَهُ اَوَّلٌ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah itu dahulu, yakni Allah sudah ada sebelum segala sesuatu ada. Sesungguhnya Allah tidak mungkin tiada di saat apapun. Sesungguhnya keberadaannya tidak ada yang mendahuluinya.

8. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

8. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِمُخَالَفَتِهِ تَعَالَى لِلْحَوَادِثِ اىَ الْمَخْلُوْقَاتِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يُشَابِهُهُ شَيْئٌ لَا فِى ذَاتِهِ وَلَا فِى صَفَاتِهِ وَلَا فِى اَفْعَالِهِ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu, baik zat, sifat, maupun perbuatannya.

9. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

9. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

سَ : كَيْفَ الاِعْتَقَادُ بِمُخَالَفَةِ ذَاتِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

جَ : هُوَ اَن نَعْتَقِدَ اَنَّ ذَاتَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا تُشَابِهُ شَيْئًا مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ، بِوَجْهٍ مِنَ الوُجُوْهِ، فَكُلَّمَا تَرَاهُ اَوْ يَخْطُرُ بِبَالِكَ فَاللَّهُ لَيْسَ كَذَالِكَ. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai sesuatu pun dari makhluk, dalam segi apapun setiap sesuatu yang kamu lihat atau terlintas di hatimu, maka Allah tidaklah demikian. (Allah berfirman): “Tiada sesuatu yang menyamai Allah.”

10. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

10. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِاَنَّ صِفَاتِهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُخَالَفَةٌ لِصِفَاتِ الحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ عِلْمَ اللَّهِ تَعَالَى لَا يُشَابِهُ عِلْمَنَا، وَاَنَّ قُدْرَتَهُ لَا تُشَابِهُ قُدْرَتَنَا، وَاَنَّ اِرَادَتَهُ لَا تُشَابِهُ اِرَادَتَنَا، وَاَنَّ حَيَاتَهُ لَا تُشَابِهُ حَيَاتَنَا، وَاَنَّ سَمْعَهُ لَا يُشَابِهُ سَمْعَنَا، وَاَنَّ بَصَرَهُ لَا يُشَابِهُ بَصَرَنَا، وَاَنَّ كَلَامَهُ لَا يُشَابِهُ كَلَامَنَا.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa ilmu Allah Ta’ala tidak sama dengan ilmu kita, kekuasaannya tidak sama dengan kekuasaan kita, kehendaknya tidak sama dengan kehendak kita, hidupnya tidak sama dengan hidup kita, pendengarannya tidak sama dengan pendengaran kita. Penglihatannya tidak sama dengan penglihatan kita. Dan sesungguhnya firman-Nya tidak sama dengan pembicaraan kita.

11. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

11. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

سَ : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِاَنَّ اَفْعَالَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُخَالَفَةٌ لِاَفْعَالِ الْحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اَفْعَالَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا تُشَابِهُ اَفْعَالَ شَيْئٍ مِنَ الْمَوْجُوْدَاتِ،لِاَنَّ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ الْاَشْيَاءَ بِلَا وَاسِطَةٍ، وَلَا اَلَةٍ، اِنَّمَا اَمْرُهُ اِذَا اَرَادَ شَيْئًا اَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa perbuatan sesuatu dari makhluknya. Sebab Allah Subhānahu wa Ta’ala berbuat sesuatu tanpa perantara atau alat. “Sesungguhnya urusan Allah bila berkehendak untuk menciptakan sesuatu, cukup berfirman: ‘Jadilah’, lalu wujudlah sesuatu itu.”

وَاَنَّهُ لَا يَفْعَلُ شَيْئًا لاِحْتِيَاجِهِ اِلَيْهِ، وَاَنَّهُ لَا يَفْعَلُ شَيْئًا عَبَثًا: اَىْ بِغَيْرِ فَائِدَةٍ لِاَنَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى حَكِيْمٌ

Sesungguhnya Allah tidak berbuat sesuatu, bukan karena butuh padanya. Dia tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Karena Dia Subhānahu wa Ta’ala adalah Maha Bijaksana.

12. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

12. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِقِيَامِهِ تَعَالَى بِنَفْسِهِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَحْتَاجُ اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْاَشْيَاءِ، فَلَا يَحْتَاجُ اَلَى مَكَانٍ، وَلَا اِلَى مَحَلٍّ، وَلَا اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ اَصْلًا، فَهُوَ الْغَنِيُّ عَنْ كُلِّ شَيْئٍ، وَكُلُّ شَيْئٍ مُحْتَاجٌ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak butuh pada segala sesuatu. Tidak butuh pada tempat atau tempat tinggal atau segala sesuatu dari makhluk-Nya. Allah amat tidak butuh terhadap segala sesuatu namun segala sesuatu itu butuh pada Allah Subhānahu wa Ta’ala.

13. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

13. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِحَيَاةِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَيٌّ وَاَنَّ حَيَاتَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَتْ كَحَيَاتِنَا فَاِنَّ حَيَاتَنَا بِوَسَائِطَ كَجَرَيَانِ الدَّمِ وَالنَّفْسِ، وَحَيَاةُ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَتْ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ وَهِيَ قَدِيْمَةٌ بَاقِيَةٌ لَا يَلْحَقُهَا العَدَمُ وَالتَّغَيَّرُ اصْلًا.

Jawab: kita beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala Maha Hidup. Namun kehidupannya tidak sama dengan kehidupan kita. Sesungguhnya kehidupan kita ini menggunakan beberapa sarana, misalnya darah yang mengalir dan nafas (yang keluar masuk) sedangkan kehidupan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menggunakan perantara segala sesuatu. Hidupnya Maha Dahulu kekal, tidak akan lenyap atau berubah.

14. Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

14. Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِوَحْدَنِيَّةِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَاحِدٌ لَيْسَ لهُ شَرِيْكٌ وَلَا نَظِيْرٌ وَلَا مُمَاثِلٌ وَلَا ضِدٌّ وَلَا مُعَانِدٌ.

Jawab: Kita berkeyakinan, bahwa Allah Ta’ala Maha Esa, tidak mempunyai sekutu (baik berupa anak atau ibu). Tiada yang menyamai, menyaingi atau lawannya.

15. Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah (Ilmu Allah) Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

15. Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah (Ilmu Allah) Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُالاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِعِلْمِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْعِلْمِ وَاَنَّهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ،

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala punya sifat ilmu (mengetahui)

يَعْلَمُ الْاَشْيَاءَ كُلَّهَا ظَاهِرَهَا وَبَاطِنَهَا وَيَعْلَمُ عَدَدَ حَبَّاتِ الرَّمَلِ وَعَدَدَ قَطَرَاتِ الْمَطَرِ وَاَوْرَاقِ الشَّجَرِ 

dan dialah yang mengetahui segala sesuatu. Dia mengetahui segala sesuatu yang lahir atau batiniah, mengetahui berapa jumlah pasir (butir-butirannya), tetesan hujan dan daun-daunan.

وَيَعْلَمُ السِّرَّ وَاَخْفَى لَا تَخْفَى عَلَيْهِ خَافِيَةٌ،

Dia mengetahui rahasia dan yang lebih samar. Segala yang samar bagi-Nya akan tampak jelas.

وَعِلْمُهُ لَيْسَ بِمُكْتَسَبٍ، بَلْ يَعْلَمُ الْاَشْيَاءِ فِى الْاَزَلِ قَبْلَ وُجُوْدِهَا.

Ilmu-Nya bukan dengan dicari (tidak seperti kita yang asalnya bodoh, lalu mencari) Dia mengetahui segala sesuatu di masa azali sebelum diciptakannya.

16. Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

16. Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِقُدْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْقُدْرَةِ وَاَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.

Jawab: Kita berkeyakinan, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala punya sifat kuasa dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

17. Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

17. Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِاِرَادَةِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْاِرَادَةِ وَاَنَّهُ مُرِيْدٌ لَا يَقَعُ شَيْئٌ اِلَّا بِاِرَادَتِهِ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat iradat (kehendak). Sesungguhnya Dia berkehendak. Tidak akan terjadi sesuatu pun tanpa kehendak-Nya.

فَاَيُّ شَيْئٍ اَرَادَهُ كَانَ وَاَيُّ شَيْئٍ لَمْ يُرِدْهُ، فَاِنَّهُ لَا يُمْكِنُ اَنْ يَكُوْنَ.

Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya akan wujud dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan wujud (ada).

18. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

18. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِسَمْعِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالسَّمْعِ وَاَنَّهُ يَسْمَعُ كُلَّ شَيْئٍ سِرًّا كَانَ اَوْ جَهْرًا 

Jawab: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat mendengar. Sesungguhnya Dia mendengar segala sesuatu yang lirih atau keras.

لَكِنَّ سَمْعَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَسَمْعِنَا فَاِنَّ سَمْعَنَا بِوَاسِطَةِ الْاُذُنِ، وَسَمْعُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ.

Akan tetapi pendengaran Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak seperti pendengaran kita. Pendengaran kita dengan alat telinga. Sedangkan pendengaran-Nya tidak menggunakan sesuatu.

19. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

19. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِبَصَرِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ مَوْصُوْفٌ بِالْبَصَرِ وَاَنَّهُ بِكُلِّ شَيْئٍ بَصِيْرٌ يُبْصِرُ حَتَّى النَّمْلَةَ السَّوْدَاءَ فِى اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ وَاَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat melihat. Sesungguhnya Dia melihat segala sesuatu hingga semut hitam di malam yang gelap gulita atau lebih kecil daripadanya.

لَا يَخْفَى عَنْ بَصَرِهِ شَيْئٌ فِى ظَاهِرِ الْاَرْضِ وَبَاطِنِهَا، وَفَوْقَ السَّمَاءِ وَمَادُوْنَهَا. لَكِنَّ بَصَرَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَبَصَرِنَا، فَاِنَّ بَصَرَنَا يَكُوْنُ بِوَاسِطَةِ الْعَيْنِ وَبَصَرَهُ سُبْحَانَهُ لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ.

Segala sesuatu diatas bumi atau didalamnya, diatas langit atau dibawahnya, tidak akan terlepas dari pandangan Allah. Namun penglihatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak seperti penglihatan kita. Sesungguhnya penglihatan kita menggunakan alat bantu mata. Dan penglihatan-Nya Subhānahu wa Ta’ala tidak menggunakan segala sesuatu.

20. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

20. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِكَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ مَوْصُوْفٌ بِالْكَلَامِ، وَاِنَّ كَلَامَهُ لَا يُشْبِهُ كَلَامَنَا: 

Jawab: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat Maha Berbicara (kalam) dan sesungguhnya berbicaranya Allah itu tidak sama dengan kita berbicara (firman Allah tidak sama dengan pembicaraan kita).

فَاِنَّ كَلَامَنَا مَخْلُوْقٌ فِيْنَا وَبِوَاسِطَةِ اَلَةٍ مِنْ فَمٍ وَلِسَانٍ وَشَفَتَيْنِ، وَكَلَامُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَذَالِكَ.

Sesungguhnya pembicaraan kita itu makhluk yang membutuhkan perantara alat yaitu mulut, lidah dan dua bibir. Dan pembicaraan Allah Ta’ala tidaklah seperti demikian.

21. Sifat Mustahil Bagi Allah Ta’ala

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

21. Sifat Mustahil Bagi Allah Ta’ala

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَخْبِرْنِى عَنِ الصِّفَاتِ الْمُسْتَحِيْلَةِ الَّتِى لَا يَتَّصِفُ بِهَا الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Beritahukan kepadaku tentang sifat-sifat yang mustahil, yang mana Allah tidak mempunyai sifat tersebut pada Dzat-Nya?

ج : الصِّفَاتُ الْمُسْتَحِيْلَةُ فِى حَقِّ اللَّهِ تَعَالَى اَىِ الَّتِى لَا يُمْكِنُ اَنْ يَتَّصِفَ بِهَا

Jawab: Sifat mustahil bagi Allah Ta’ala sifat yang tidak mungkin Allah mempunyai sifat tersebut adalah:

هِيَ الْعَدَمُ وَالْحُدُوْثُ وَالْفَنَاءُ، وَالْمُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِثِ وَالْاِحْتِيَاجُ لِغَيْرِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَوُجُوْدُ الشَّرِيْكِ، وَالْعَجْزُ وَالْكَرَاهَةُ، اَيْ وُقُوْعُ شَيْئٍ بِغَيْرِ اِرَادَتِهِ، وَالْجَهْلُ وَاَشْبَاهُ ذَالِكَ

Tiada, baru, binasa, menyamai dengan makhluk, butuh pada selain-Nya, adanya sekutu, lemah, sesuatu terjadi tanpa kehendak-Nya, bodoh, dan lain-lain.

وَاِنَّمَا اسْتَحَالَ اتِّصَافُهُ بِهَا لِاَنَّهَا صِفَاتُ نُقْصَانٍ، وَالْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَتَّصِفُ اِلَّا بِصِفَاتِ الْكَمَالِ.

Allah tidak mungkin mempunyai sifat-sifat tersebut, sebab itu adalah sifat yang mengurangi (derajat ketuhanannya) sedang Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak mungkin mempunyai sifat, kecuali sifat kesempurnaan.

22. Sifat Ja’iz bagi Allah Ta’ala

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

22. Sifat Ja’iz bagi Allah Ta’ala

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَخْبِرْنِى عَنِ الْاَشْيَاءِ الَّتِى يَجُوْزُ صُدُوْرُهَا مِنَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Beritahukan kepadaku tentang beberapa hal yang boleh dilakukan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala (atau ditinggalkannya)?

ج : هِيَ فِعْلُ الْمُمْكِنَاتِ وَتَرْكُهَا، مِثْلُ اَنْ يَجْعَلَ الْاِنْسَانَ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا، صَحِيْحًا اَوْ سَقِيْمًا، وَاَشْبَاهُ ذَالِكَ.

Jawab: ialah Dia mengerjakan hal-hal yang mungkin dan meninggalkannya, seperti menjadikan manusia kaya atau fakir, sehat atau sakit dan lain-lain.

23. Apa yang dimaksud Istiwa’ dalam al-Qur’an?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

23. Apa yang dimaksud Istiwa’ dalam al-Qur’an?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : مَا الْمُرَادُ بِالْاِسْتِوَاءِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، الرَّحْمَانُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى؟

Soal: Apakah yang dimaksud dengan istiwa’ dalam firman Allah: Allah yang Maha Pemurah bersemayam di Arasy?

ج : الْمُرَادُ بِهِ اِسْتِوَاءٌ يَلِيْقُ بِجَلَالِ الرَّحْمَانِ جَلَّ وَعَلَا فَالْاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ.

Jawab: Maksud kalimat tersebut adalah bersemayam yang layak dengan keagungan Allah Yang Maha Belas Kasih, Maha Agung dan Maha Tinggi. Jadi, bersemayam tersebut sudah jelas, tapi caranya tidak diketahui (kita tidak mengerti).

وَاسْتِوَاءُهُ عَلَى الْعَرْشِ لَيْسَ كَاسْتِوَاءِ الْاِنْسَانِ عَلَى السَّفِيْنَةِ اَوْظَهْرِ الدَّابَّةِ اَوِ السَّرِيْرِ مَثَلًا، فَمَنْ تَصَوَّرَ مِثْلَ ذَلِكَ فَهُوَ مِمَّنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الْوَهْمُ، لِأَنَّهُ شَبَّهَ الْخَالِقَ بِالْمَخْلُوْقَاتِ،

kebersemayaman Allah diatas arasy, tidak sebagaimana bertempatnya manusia diatas kapal, punggung binatang atau ranjang. Barangsiapa yang mempunyai gambaran seperti itu, maka termasuk orang yang terpengaruh dengan prasangka (tanpa dasar ilmu). Karena dia telah menyerupakan Sang Pencipta dengan makhluk-Nya.

مَعَ اَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ فِى الْعَقْلِ وَالنَّقْلِ اَنَّهُ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ فَكَمَا اَنَّ ذَاتَهُ لَا تُشَابِهُ ذَاتَ شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ كَذَالِكَ مَا يُنْسَبُ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ لَا يُشَابِهُ شَيْئًا مِمَّا يُنْسَبُ اِلَيْهَا.

Padahal, menurut akal yang sehat dan dalil naqli (dalil dari al-Qur’an dan hadits) telah dinyatakan, bahwa Allah tidak menyerupai dengan sesuatu, Dzat Allah tidak menyerupai dengan sesuatu dari makhluk-Nya, begitu juga apa yang disandarkan kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala, juga tidak sama dengan apa yang disandarkan kepada makhluk.

24. Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

24. Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH 

س : هَلْ يُضَافُ اِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ يَدَانِ اَوْ اَعْيُنٌ اَوْ نَحْوُ ذَالِكَ؟

Soal: Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

ج : قَدْ وَرَدَ فِى الْكِتَابِ الْعَزِيْزِ اِضَافَةُ الْيَدِ اِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ فِىقَوْلِهِ جَلَّ شَأْنُهُ : (يَدُ اللّهِ فَوْقَ اَيْدِيْهِمْ) وَالْيَدَيْنِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ (يَا اِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ).

Jawab: Sungguh telah ada dalam kitab suci yang mulia kata “tangan” disandarkan kepada Allah dalam firman-Nya “tangan Allah, diatas tangan mereka (lawan kaum muslimin).” Begitu juga kalimat: Dua tangan (disandarkan kepada-Nya) dalam firman Allah yang Maha Suci: “Wahai, iblis! Apa yang mencegahmu untuk bersujud terhadap apa (Adam) yang telah Ku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?”

وَالْاَعْيُنِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ : (وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَاِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا) اِلَّا اَنَّهُ لَا يَجُوْزُ اَنْ يُضَافَ اِلَيْهِ اِلَّا مَا اَضَافَ اِلَى نَفْسِهِ فِى كِتَابِهِ الْمُنْزَلِ اَوْ اَضَافَهُ اِلَيْهِ نَبِيُّهُ الْمُرْسَلُ.

Begitu juga kata “Mata” dalam firman-Nya: “Dan bersabarlah (hai, Muhammad) dalam menunggu ketetapanku, sesungguhnya engkau dibawah pengawasan beberapa mata-Ku.” (Kalimat tersebut disandarkan kepada Allah diperkenankan), tapi tidak diperkenankan menyandarkan (sesuatu) kepada-Nya, kecuali yang telah disandarkan oleh Allah untuk Diri-Nya dalam Kitab Suci yang diturunkan atau disandarkan oleh Nabi-Nya yang diutus.

25. Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini (dalam al-Qur’an)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

25. Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini (dalam al-Qur’an)?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : مَا الْمُرَادُ بِالْيَدِهُنَ؟

Soal: Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini?

ج : الْمُرَادُ بِالْيَدِهُنَ مَعْنًى يَلِيْقُ بِجَلَالِهِ سُبْحَانَهُ، وَكَذَالِكَ الْاَعْيُنُ. فَاِنَّ كُلَّ مَا يُضَافُ اَلَيْهِ سُبْحَانَهُ يَكُوْنُ غَيْرَ مُمَاثِلٍ لِمَا يُضَافُ اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ،

Jawab: Maksud “tangan” disini, adalah tangan yang layak dengan keagungan dan kemahasucian Allah. Begitu juga “beberapa mata”, sesungguhnya setiap yang disandarkan kepada Allah yang Maha Suci, tidak sama dengan yang disandarkan pada salah satu makhluk-Nya.

وَمَنْ اِعْتَقَدَ اَنَّ لَهُ يُدًا كَيَدِ شَيْئٍ مِنْهَا، اَوْ عَيْنًا كَذَالِكَ فَهُوَ مِمَّنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الْوَهْمُ اِذْ شَبَّهَ اللَّهُ بِخَلْقِهِ وَهُوَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ.

Barangsiapa yang punya kepercayaan, bahwa Allah mempunyai tangan atau mata sebagaimana tangan atau mata salah satu makhluk-Nya, maka dia salah paham (terpengaruh dengan salah dengannya tanpa dasar ilmu), karena dia menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal tiada sesuatu yang menyerupai Allah.

26. Memahami Kalimat-kalimat Tertentu dalam al-Qur’an

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

26. Memahami Kalimat-kalimat Tertentu dalam al-Qur’an

الْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اِلَى مَنْ يُنْسَبُ مَا ذَكَرْتَهُ فِى مَعْنَى الْاِسْتَوَاءِ وَالْيَدَيْنِ وَالْاَعْيُنِ؟ 

Soal: Kalimat istiwa’, dua tangan dan beberapa mata (diartikan secara harfiah saja) menurut pendapat siapakah?

ج : يُنْسَبُ ذَالِكَ اِلَى جُمْهُوْرِ السَّلَفِ.

Jawab: Pendapat tersebut adalah pendapat kebanyakan ulama salaf (misalnya Imam Malik, Syafi’i, Ishak bin Rawaheh, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad dan Imam Ahmad).

وَاَمَّا الْخَلْفُ فَاَكْثَرَهُمْ يُفَسِّرُوْنَ الْاِسْتَوَاءَ بِالْاِسْتِلَاءِ وَالْيَدَ بِالنِّعْمَةِ اَوِ الْقُدْرَةِ وَالْاَعْيُنَ بِالْحِفْظِ وَالرِّعَايَةِ وَذَالِكَ لِتَوَهُّمٍ كَثِيْرٍ مِنْهُمْ اَنَّهَا اِنْ لَمْ تُؤَوَّلْ وَتُصْرَفْ عَنْ ظَاهِرِهَا اَوْ هَمَتِ التَّشْبِيْهَ

Kebanyakan ulama khalaf (Ulama muta’akhirin) menafsiri istiwa’ dengan menguasai, tangan dengan nikmat dan kekuasaan, mata dengan penjagaan dan pemeliharaan. Penafsiran sedemikian ini didasarkan perkiraan kebanyakan mereka, bahwa kalimat-kalimat tersebut bila tidak ditakwil atau diartikan secara harfiah saja, akan memberikan dugaan penyerupaan Allah dengan makhluk.

وَقَدْ اِتَّفَقَ الْفَرِيْقَانِ عَلَى اَنَّ الْمُشْبِهَ ضَالٌّ. وَغَيْرُهُمْ يَقُوْلُوْنُ اِنَّمَا تُوْهِمُ التَّشْبِيْهَ لَوْ لَمْ يَدُلَّ الْعَقْلُ وَالنَّقْلُ عَلَى التَّنْزِيْهِ، فَمَنْ شَبَّهَ فَمِنْ نَفْسِهِ اُتِىَ.

Sungguh dua golongan tersebut telah sepakat, bahwa orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, adalah sesat. Ulama yang lain memberikan jawaban: Bisa membuat penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya ini, bila akal dan dalil naqli tidak menunjukkan bahwa Allah Maha Suci. Jadi, orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya itu dari perkiraannya sendiri (yang perlu diluruskan).

27. Cara Menentukan Sesuatu

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

27. Cara Menentukan Sesuatu

الْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ نُثْبِتُ شَيْئًا ثُمَّ نَقُوْلُ، اَلْكَيْفُ فِيْهِ مَجْهُوْلٌ؟

Soal: Bagaimanakah cara kita menentukan sesuatu, lalu kita katakan: Tentang caranya, tidak diketahui?

ج : هَذَا غَيْرُ مُسْتَغْرَبٍ فَاِنَّا نَعْلَمُ اَنَّ نُفُوْسَنَا مُتَّصِفَةٌ بِصِفَاتٍ كَالْعِلْمِ وَالْقُدْرَةِ وَالْاِرَادِةِ،

Jawab: Hal tersebut tidak aneh. Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa diri kita mempunyai banyak sifat, misalnya ilmu (mengetahui), kuasa dan berkehendak.

مَعَ اَنَّا لَا نَعْلَمُ كَيْفِيَّةَ قِيَامِ هَذِهِ الصِّفَاتِ بِهَا، بَلْ اِنَّا نَسْمَعُ وَنُبْصِرُ، وَلَا نَعْلَمُ كَيْفِيَّةَ حُصُوْلِ السَّمْعِ وَالْاَبْصَارِ، 

Namun kita tidak mengetahui bagaimanakah sifat tersebut bersemayam pada diri kita. Bahkan kita mendengar dan melihat tapi kita tidak mengetahui bagaimanakah kita mendapatkan pendengaran dan penglihatan itu.

بَلْ اَنَّنَا نَتَكَلَّمُ، وَلَا نَعْلَمُ كَيْفَ صَدَرَ مِنَّا الْكَلَامُ. فَاِنْ عَلِمْنَا شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَقَدْ غَابَتْ عَنَّا اَشْيَاءُ وَمِثْلُ هَذَا فِيْمَا يُضَافُ اِلَيْنَا فَكَيْفَ الْحَالُ فِيْمَا يُضَافُ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Kita berbicara, tapi kita tidak mengerti bagaimana pembicaraan tersebut keluar dari kita. Bila hal itu telah kita ketahui, maka sungguh banyak hal kita mengetahuinya. Hal sedemikian ini amat banyak (kita tidak bisa menghitungnya). Bila yang sedemikian ini terbatas pada apa yang disandarkan kepada kita, maka bagaimanakah keadaannya untuk menilai sesuatu yang disandarkan kepada Allah yang Maha Suci.

28. Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

28. Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَيُّ الْمَذْهَبَيْنِ اَرْجَحُ؟ 

Soal: Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

ج : مَذْهَبُ السَّلَفِ اَرْجَحُ لِاَنَّهُ أَسْلَمُ وَأَحْكَمُ.

Jawab: Pendapat ulama salaf yang lebih rajah, sebab ia lebih selamat (terhadap akidah kita) dan lebih kukuh (berdasarkan dalil, dan memang begitulah pemahaman para sahabat Nabi).

وَاَمَّا مَذْهَبُ الْخَلَفِ فَاِنَّمَا يَسُوْغُ الْاَخْذُ بِهِ عِنْدَ الضَّرُوْرَةِ، وَذَالِكَ فِيْمَا اِذَا خُشِيَ عَلَى بَعْضِ النَّسِ اِنْ لَمْ يُؤَوَّلْ لَهُمْ تِلْكَ الْكَلِمُ اَنْ يَقَعُوْا فِى مَهْوَاةِ التَّشْبِيْهِ، فَيُؤَوَّلُ لَهُمْ ذَالِكَ تَأْوِيْلًا سَائِغًا فِى اللُّغَةِ الْمَشْهُوْرَةِ.

Adapun pendapat khalaf, diperkenankan digunakan dalam keadaan darurat (bila dalam keadaan biasa tidak diperkenankan). Contohnya: Bila dikhawatirkan sebagian manusia akan terjerumus ke ujung penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, bila kalimat-kalimat tersebut tidak ditakwil, maka kalimat tersebut boleh ditakwil menurut bahasa yang masyhur.

29. Apakah malaikat itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

29. Apakah malaikat itu?

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : مَا الْمَلَائِكَةُ؟ 

Soal: Apakah malaikat itu?

ج : هُمْ اَجْسَامٌ لَطِيْفَةٌ مَخْلُوْقَةٌ مِنْ نُوْرٍ، لَا يَأْكُلُوْنَ، وَلَا يَشْرَبُوْنَ، وَهُمْ عِبَادٌ مُكْرَمُوْنَ لَا يَعْصُوْنَ اللَّهَ مَا اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ.

Jawab: Malaikat adalah jisim yang halus (bukan seperti kita yang kasar ini), diciptakan dari cahaya. Mereka tidak makan dan minum. Mereka adalah hamba-hamba (Allah) yang mulia, tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan dan mereka menjalankan apa yang diperintah.

30. Apakah manusia bisa melihat malaikat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

30. Apakah manusia bisa melihat malaikat?

اَلْمَبْحَثُ الثَّانِىْ

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : هَلْ يَرَى الْبَشَرُ الْمَلَائِكَةَ؟

Soal: Apakah manusia bisa melihat malaikat?

ج : لَا يَرَى الْبَشَرُ غَيْرَ الْاَنْبِيَاءِ الْمَلَائِكَةَ اِذَا كَانُوْا عَلَى صُوَرِهِمُ الْاَصْلِيَّةِ لِاَنَّهُمْ اَجْسَامٌ لَطِيْفَةٌ 

Jawab: Selain para Nabi, manusia tidak bisa melihat malaikat di saat mereka berupa bentuk asli (tidak menjelma berupa manusia atau lainnya). Sebab mereka adalah jisim yang halus.

كَمَا اَنَّهُمْ لَا يَرَوْنَ الْهَوَاءَ مَعَ كَوْنِهِ جِسْمًا مَالِئًا لِلْفَضَاءِ لِكَوْنِهِ لَطِيْفًا، وَاَمَّا اِذَا تَشَكَّلُوْا بِصُوْرَةِ جِسْمٍ كَثِيْفٍ كَالْاِنْسَانِ فَيَرَوْنَهُمْ،

Begitu juga manusia tidak dapat melihat hawa. Padahal hawa memenuhi angkasa, karena hawa adalah amat lembut. Namun, bila malaikat itu menjelma menjadi bentuk jisim yang kasar seperti manusia, mereka akan melihat malaikat.

رُؤْيَةُ الْاَنْبِيَاءِ لَهُمْ عَلَى صُوَرِهِمُ الْاََصْلِيَّةِ خُصُوْصِيَّةٌ خُصُّوْابِهَا لِتَلَقِّى الْمَسَائِلِ الدَّيْنِيَّةِ وَالْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَا يُسْتَغْرَبُ وُجُوْدُ اَجْسَامٍ بَيْنَنَا لَا نَرَاهَا بِالْعَيْنِ،

Adapun para Nabi bisa melihat malaikat dalam bentuk yang asli, adalah suatu keistimewaan khusus bagi mereka untuk menerima beberapa masalah agama dan hukum syara’. Tidak dianggap aneh juga bila terdapat beberapa jisim yang tidak bisa dilihat dengan mata.

وَفِى الْمُعْتَادِ مَايُقَرِّبُ ذَالِكَ لِلذِّهْنِ وَيَرْفَعُ عَنْهُ الْغَيْنَ فَاِنَّ أَمَا مَنَا كَثِيْرًا مِنَ الْاَجْسَامِ الْحَيَّةِ وَغَيْرِ الْحَيَّةِ لَا يُدْرِكُهَا الْبَصَرُ وَلَوْلَا النَّظَارَةُ لَظَنَنَّا اَنَّهَا لَيْسَ لَهَ عَيْنٌ وَلَا اَثَرٌ،

Dalam keadaan biasa, terdapat hal-hal yang mudah dicerna akal pikiran dan menghilangkan kesamaran. Sesungguhnya di depan kita banyak benda yang hidup atau tidak, tapi mata kita tidak dapat melihatnya. Seandainya tiada mikroskop, niscaya kita punya pikiran bahwa benda-benda itu tiada, baik berupa zat maupun bekasnya.

كَمَا لَا يُسْتَغْرَبُ اِخْتِصَاصُ الْبَعْضِ بِاَبْصَارِ اَشْيَاءَ لَا تُدْرِكُهَا سَائِرُ الْاَبْصَارِ. فَاِنَّ فِى اخْتِلَافِ الْاَبْصَارِ فِى قُوَّةِ الْاِدْرَاكِ وَضَعْفِهِ عِبْرَةً لِاُولِى الْاَبْصَارِ.

Begitu juga tidak heran, bila sebagian orang diberi keistimewaan untuk melihat beberapa benda yang tidak mampu ditangkap oleh mata. Perbedaan kekuatan penglihatan atau kelemahannya, adalah sebagai hikmah (yang bisa diambil pelajaran) bagi orang yang berakal.

31. Apakah tugas para malaikat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

31. Apakah tugas para malaikat?

اَلْمَبْحَثُ الثَّانِىْ

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : مَا وَظَائِفُ الْمَلَائِكَةِ؟

Soal: Apakah tugas para malaikat?

ج : مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلٌ بَيْنَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَبَيْنَ اَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ كَجِبْرَائِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَمِنْهُمْ حَفَظَةٌ عَلَى الْعِبَادِ

Jawab: Di antara tugas malaikat, menjadi utusan-utusan antara Allah Subhānahu wa Ta’ala dan beberapa Nabi dan Rasul-Nya, seperti malaikat Jibril as. Ada juga yang menjaga pada beberapa hamba Allah (Raqib dan Atid).

وَمِنْهُمْ مَنْ يَكْتُبْ اَعْمَالَ الْعِبَادِ مِنْ خَيْرٍ اَوْ شَرٍّ وَمِنْهُمْ مُوَكَّلُوْنَ بِالْجَنَّةِ وَنَعِيْمِهَا، وَمِنْهُمْ مُوَكَّلُوْنَ بِالنَّارِ وَعَذَابِهَا، وَمِنْهُمْ حَمْلَةُ الْعَرْشِ، وَمِنْهُمْ قَائِمُوْنَ بِمَصَالِحِ الْعِبَادِ وَمَنَافِعِهِمْ اِلَى غَيْرِ ذَالِكَ مِمَّا اُمِرُوْا بِهِ.

Ada yang menulis perbuatan manusia yang jelek atau baik. Ada yang diserahi surga dan kenikmatannya. Ada yang diserahi neraka dan siksanya. Ada yang membawa Arasy. Ada yang bertugas untuk memberikan maslahat dan manfaat kepada manusia dan sebagainya dari apa yang mereka diperintahkan.

32. Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

32. Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِكُتُبِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى كُتُبًا اَنْزَلَهَا عَلَى اَنْبِيَائِهِ وَبَيْنَ فِيْهَا اَمْرَهُ وَنَهْيَهُ وَوَعْدُهُ وَوَعِيْدَهُ،

Jawab: Saya beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala mempunyai beberapa kitab suci yang diturunkan kepada beberapa Nabi-Nya, yang menjelaskan tentang perintah, larangan, janji dan ancamannya.

وَهِيَ كَلَامُ اللَّهِ تَعَالَى حَقِيْقَةً بَدَتْ مِنْهُ بِلَا كَيْفِيَّةٍ قَوْلًا. وَاَنْزَلَهَا وَحْيًا، مِنْ تِلْكَ الْكُتُبِ : التَّوْرَاةُ وَالْاِنْجِيْلُ وَالزَّبُوْرُ وَالْقُرْاَنُ.

Itulah firman Allah yang sesungguhnya (tidak bohong). Dia berfirman tanpa diketahui bagaimana caranya berfirman. Lalu diturunkan sebagai wahyu. Di antara kitab-kitab suci-Nya, adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.

33. Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

33. Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِالتَّوْرَاةِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ التَّوْرَاةَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى كَلِيْمِهِ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ.

Jawab: Saya percaya, bahwa Taurat adalah salah satu kitab suci dari beberapa kitab suci Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Musa as. sebagai Nabi yang diajak bicara oleh Allah.

وَذَالِكَ لِبَيَانِ الْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْعَقَاعِدِ الصَّحِيْحَةِ الْمَرضِيَّةِ وَالتَّبْشِيْرِ بِظُهُوْرِ نَبِيٍّ مِنْ بِنِى اِسْمَاعِيْلَ وَهُوَ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَالْاِشَارَةُ اِلَى اَنَّهُ يَأْتِى بِشَرْعٍ جَدِيْدٍ يَهْدِىْ اِلَى دَارِ السَّلَامِ.

Hal itu untuk menjelaskan beberapa hukum syara’, akidah yang benar, yang diridhai oleh Allah dan memberi kabar gembira akan kedatangan seorang Nabi dari anak Ismail yaitu Nabi Muhammad Saw., disana terdapat isyarat, bahwa dia akan membawa syari’at baru yang menunjukkan kepada perdamaian.

34. Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

34. Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ فِى حَقِّ التَّوْرَاةِ الْمَوْجُوْدَةِ الْاَنَ فِى اَيْيْ اَهْلِ الْكِتَابِ؟ 

Soal: Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

ج : اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ اَنَّ التَّوْرَاةِ الْمَوْجُوْدَةَ الْاَنَ قَدْ لَحِقَهَا التَّرِيْفُ. 

Jawab: I’tikad para ulama yang alim ialah, sesungguhnya kitab Taurat yang ada sekarang ini telah ditemukannya perubahan (yang dilakukan oleh pendeta mereka).

وَمِمَّا يَدُلُّ عَلَى ذَالِكَ اَنَّهُ لَيْسَ فِيْهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَحَالِ الْبَعْثِ وَالْحَشْرِ وَالجَزَاءِ مَعَ اَنَّ ذَلِكَ اَهَمُّ مَا يُذْكَرُ فِى الْكُتُبِ الْاِلَهِيَّةِ.

Sebagai tandanya, adalah di dalamnya tidak menyebutkan surga, neraka, keadaan hari kebangkitan, makhluk dikumpulkan dan balasan. Padahal masalah tersebut termasuk perkara terpenting yang disebut dalam kitab suci Ilahi.

وَمِمَّا يَدُلُّ اَيْضًا عَلَى كَوْنِهَا مُحَرَّفَةً ذِكْرُ وَفَاةِ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ فِيْهَا فِى الْبَابِ الْاَخِرِ مِنْهَا وَالْحَالُ اَنَّهُ هُوَ الَّذِيْ اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ.

Begitu juga, kitab tersebut menyebut wafat Nabi Musa as. di bab akhir. Padahal Nabi Musa as. yang dituruni Taurat.

35. Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

35. Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ فِى الزَّبُوْرِ؟ 

Soal: Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الزَّبُوْرَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى سَيِّدِنَا دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Jawab: Aku beri’tikad, bahwa kitab Zabur adalah salah satu kitab Allah Subhānahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Sayyidina Dawud as.

وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ اَدْعِيَةٍ وَاَذْكَارٍ وَمَوَاعِظَ وَحِكَمٍ، وَلَيْسَ فِيْهِ اَحْكَامٌ شَرْعِيَّةٌ لِاَنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ مَأْمُوْرًا بِاتِّبَاعِ الشَّرْعِيَّةِ الْمُوْسَوِيَّةِ.

Isinya adalah beberapa doa, dzikir, nasehat dan hikmah. Di dalamnya tidak tercantum hukum syara’. Sebab Nabi Dawud as. diperintahkan untuk mengikuti syari’at Nabi Musa as.

36. Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

36. Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ فِى الْاِنْجِيْلِ؟

Soal: Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الْاِنْجِيْلَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى الْمَسِيْحِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ،

Jawab: Aku beri’tikad bahwa Injil adalah salah satu kitab Allah Subhānahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Isa al-Masih,

وَذَالِكَ لِبَيَانِ الْحَقَائِقِ وَدَعْوَةِ الْخَلْقِ لِتَوْحِيْدِ الْخَالِقِ. وَنَسَخَ بَعْضَ اَحْكَامِ التَّوْرَاةِ الْفَرْعِيَّةِ عَلَى حَسَبِ الْاِقْتِضَاءِ وَالتَّبْشِيْرِ بِظُهُوْرِ خَاتِمِ الْاَنْبِيَاءِ.

untuk menjelaskan beberapa kenyataan (Kebenaran yang dilupakan) dan berdakwah kepada orang-orang untuk mengesakan kepada Sang Pencipta dan menghapus sebagian hukum Taurat yang cabang (bukan yang pokok), untuk disesuaikan dengan keadaan dan memberikan kabar gembira atas tampaknya pamungkas para Nabi (Nabi Muhammad Saw.).

37. Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

37. Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ فِى الْاِنْجِيْلِ الْمُتَدَاوَلَ الْآنَ؟ 

Soal: Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

ج : اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ اَنَّ الْاِنْجِيْلَ الْمُتَدَاوَلَ الْآنَ لَهُ اَرْبَعُ نُسَخٍ اَلَّفَهَا اَرْبَعَةٌ بَعْضُهُمْ لَمْ يَرَ الْمَسِيْحَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اَصْلًا وَهُمْ مَتَّى وَمَرْقَصْ وَلُوْقَا وَيُوْحَنَا.

Jawab: I’tikad mereka adalah, Injil yang beredar sekarang terdapat empat naskah yang disusun oleh empat orang. Sebagian mereka tidak menjumpai Nabi Isa al-Masih sama sekali. Mereka itu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

وَاِنْجِيْلُ كُلٍّ مِنْ هَؤُلَاءِ مُنَاقِصٌ لِلْاَخَرِ فِى كَثِيْرٍ مِنَ الْمَطَالِبِ.

Injil masing-masing di antara mereka, selalu bertentangan antara yang satu dengan lainnya.

وَقَدْ كَانَ لِلنَّصَارَى اَنَاجِيْلُ كَثِيْرٌ غَيْرُ هَذِهِ الْاَرْبَعَةِ لَكِنْ بَعْدَ رَفْعِ سَيِّدِنَا عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ اِلَى السَّمَاءِ بِأَكْثَرِ مِنْ مِائَتَيْ سَنَةٍ عَوَّلُوْا عَلَى الْغَائِهَا مَا عَدَا هَذِهِ الْاَرْبَعَةِ تَخَلُّصًا مِنْ كَثْرَةِ التَّنَاقُصِ وَتَمَلُّصًا مِنْ وَفْرَةِ الْتَّضَادِّ وَالتَّعَارُضِ.

Umat Nasrani juga Injil selain empat ini, namun setelah Isa as. diangkat ke langit dengan jarak lebih dari dua ratus tahun, mereka bersepakat untuk tidak menggunakan selain empat Injil itu, demi menghindari banyaknya pertentangan.

38. Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

38. Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اعْتِقَادُكَ فِى الْقُرْاَنِ؟ 

Soal: Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الْقُرْاَنَ اَشْرَفُ كِتَابٍ، اَنْزَلَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى اَشْرَفِ اَنْبِيَائِهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Jawab: Aku percaya, bahwa al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, yang diturunkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya yang termulia, Muhammad Saw.

وَهُوَ اَخِرُ الْكُتُبِ الْاِلَهِيَّةِ نُزُوْلًا، وهُوَ نَاسِخٌ لِجَمِيْعِ الْكُتُبِ قَبْلَهُ وَحُكْمُهُ بَاقٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،

al-Qur’an adalah akhir kitab suci yang diturunkan (ke bumi). Ia memansukh seluruh kitab suci sebelumnya. Hukum di dalamnya akan kekal sampai hari kiamat.

لَايُمْكِنُ اَنْ يَلْحَقَهُ تَغْيِيْرٌ وَلَا تَبْدِيْلٌ وَهُوَ اَعْظَمُ اَيَةٍ عَلَى نُبُوَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكَوْنِهِ اَعْظَمَ الْمُعْجِزَاتِ.

Tidak mungkin mengalami perubahan. al-Qur’an merupakan tanda kenabian Muhammad Saw. terbesar, karena ia sebagai mukjizat yang paling agung.

39. Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

39. Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : لِاَيِّ شَيْئٍ كَانَ الْقُرْاَنُ الْكَرِيْمُ اَعْظَمَ الْمُعْزَاتِ؟

Soal: Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

ج : اِنَّمَا كَانَ الْقُرْنُ اَعْظَمَ الْمُعْجِزَاتِ لِكَوْنِهِ اَيَةً عَقْلِيَّةً بَاقِيَةً مَدَى الدَّهْرِ تُشَاهَدُ كُلَّ حِيْنٍ بِعَيْنِ الْفِكْرِ وَسَوَاهُ مِنَ الْمُعْجِزَاتِ اِنْ قَضَتْ بِانْقِضَاءِ وَقْتِهَا فَلَمْ يَبْقَ مِنْهَا اَثَرٌ غَيْرَ الْخَبَرِ،

Jawab: al-Qur’an disebut sebagai mukjizat terbesar karena keberadaannya sebagai ayat aqliyah yang abadi sepanjang masa dan bisa di renungkan setiap saat dengan akal pikiran. Mukjizat selain al-Qur’an tidak berlaku seiring bergantinya waktu dan tidak meninggalkan bekas kecuali hanya cerita.

وَوَجْهُ اِعْجَازِهِ اَنَّهُ بَلَغَ فِى الْفَصَاحِةِ وَالْبَلَاغَةِ اِلَى حَدٍّ خَرَجَ عَنْ طَوْقِ الْبَشَرِ، فَاِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحَدَّى بِهِ العَرَبَ الْعَرْبَاءَ وَهُمْ اَفْصَحُ الْاُمَمِ لِسَانًا، وَاَوْضَحُهُمْ بَلَاغَةً وَبَيَانًا وَقَدْ وَصَلُوْا فِى عَصْرِهِ فِى الْبَلَاغَةِ وَفَصْلِ الْخِطَابِ لِحَالٍ يُخَيِّرُ الْعُقُوْلَ وَيُدْهِشُ الْاَلْبَابَ.

Bentuk mukjizat al-Qur’an adalah dia diturunkan dengan kefasihan dan keindahan bahasa diluar kemampuan bahasa manusia. karena itu Nabi Muhammad Saw. menentang dengan al-Qur’an kepada orang arab asli. Mereka adalah kaum yang paling fasih lisannya, paling baik penguasan ilmu balaghah dan retorika (Khitob) keduanya telah mencapai tingkat tinggi, seakan-akan diluar akal dan mencengangkan pikiran.

وَبَقِىَ فِيْهِمْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِيْنَ عَامًا وَهُوَ يَتَحَدَّاهُمْ بِالْقُرْاَنِ اَعْظَمَ تَحَدٍّ وَيَتَصَدَّى لِتَقْرِيْعِهِمْ بِهِ وَاِثَارَةِ هِمَمِهِمْ لِلتَّعَرُّضِ لِلْمُعَارَضَةِ اَعْظَمَ تَصَدٍّ فَتَارَةً يَطْلُبُ مِنْهُمُ الْاِتْيَانَ بِمِثْلِ سُوْرَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ : وَاَنْ يَسْتَعِيْنُوْا بِمَنْ شَاءُوْهُ مِنَ الْاِنْسِ وَالْجَآنِّ،

Rasulullah Saw. menetap selama dua puluh tiga tahun. Beliau menantang mereka dengan Qur’an secara sungguh-sungguh. Beliaulah yang sengaja memperdengarkan Qur’an kepada mereka, lalu memberikan semangat, agar mereka bisa melawan (membuat hal yang sama dengan Qur’an) terkadang Rasulullah Muhammad Saw. minta kepada mereka untuk membuat satu surah Qur’an (saja, tidak perlu seluruh surah di dalamnya). Mereka diperkenankan untuk minta pertolongan dengan orang yang mereka kehendaki, baik manusia atau jin.

وَتَارَةً يَسِمُهُمْ بِالْعَجْزِ عَنْ ذَلِكَ، وَعَدَمِ قُدْرَتِهِمْ عَلَى سُلُوْكِ تِلْكَ الْمَسَالِكِ. وَهُمْ ذَوُو النُّفُوْسِ الْاَبِيَّةِ، وَاَهْلُ الْحَمِيَّةِ وَالْعَصَبِيَّةِ فَعَجَزُوْا عَنْ ذَالِكَ عَنْ اَخِرِهِمْ. وَتَرَكُوْا الْمُعَارَضَةَ بِالْكَلَامِ اِلَى الْمُعَارَضَةِ بِالْحِسَامِ، وَعَدَلُوْا عَنِ الْمُقَابَلَةِ بِالسِّنَانِ وَحَيْثُ عَجَزَ عَرَبُ ذَلِكَ الْعَصْرِ.

Terkadang Beliau menyindir mereka atas kelemahan ketidakmampuan mereka dalam memecahkan persoalan tersebut padahal mereka adalah kaum yang berjiwa tak mau dihina, mudah tertantang serta memiliki semangat kesukuan yang tinggi namun tetap saja mereka gagal memenuhi tantangan itu. Mereka meninggalkan perlawanan kata-kata dan menggantinya dengan perlawanan dengan ketajaman pedang serta mengganti perang kata-kata dengan tombak (kekerasan) dan di masa itu mereka gagal memenuhi tantangan untuk membuat satu surat saja yang sama seperti al-Qur’an.

فَمَنْ سِوَاهُمْ يَكُوْنُ اَعْجَزَ فِى هَذَا الْاَمْرِ وَقَدْ مَضَى اِلَى الْآنَ اَكْثَرُ مِنْ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةِ عَامٍ، وَلَمْ يُوْجَدْ اَحَدٌ مِنَ الْبُلَغَاءِ اِلَّا وَهُوَ مُسْلِمٌ اَوْ ذُوْ اسْتِسْلَامٍ. فَدَلَّ عَلَى اَنَّهُ لَيْسَ مِنْ كَلَامِ الْبَشَرِ، بَلْ هُوَ كَلَامُ الْخَالِقِ الْقُوَى وَالْقُدَرِ.

Maka siapakah selain mereka yang lebih lemah (tidak mampu) lagi dalam memenuhi tantangan ini, padahal tantangan itu telah lewat lebih dari 1300 tahun, dan belum pernah ditemukan seorang ahli bahasa pun yang mampu membuat serupa dengannya baik orang muslim ataupun orang yang mengaku Islam. Hal itu menunjukan bahwa al-Qur’an bukanlah ucapan manusia, akan tetapi ia adalah kalam Sang Pencipta yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa.

اَنْزَلَهُ تَصْدِيْقًا لِرَسُوْلِهِ وَتَحْتِيْقًا لِمَقُوْلِهِ، وَهَذَا الْوَجْهُ وَحْدَهُ كَافٍ فِى الْاِعْجَازِ. وَقَدْ اِنْضَمَّ لِهَذَا الْوَجْهِ اَوْجُهٌ اَحَدُهَا اِخْبَارُهُ عَنْ اُمُوْرٍ مُغِيْبَةٍ ظَهَرَتْ كَمَا اَخْبَرَ. ثَانِيْهَا: اَنَّهُ لَا يَمَلُّهُ السَّمْعُ مَهْمَا تَكَرَّرَ. ثَالِثُهَا: جَمْعُهُ لِعُلُوْمٍ لَمْ تَكُنْ مَوْجُوْدَةً عِنْدَ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ. رَابِعُهَا: اِنْبَاءُهُ عَنِ الْوَقَائِعِ الْخَالِيَةِ وَاَحْوَالِ الْاُمَمِ. وَالْحَالُ اَنَّ مَنْ اُنْزِلَ عَلَيْهِ (عَلَيْهِ صَلَاةُ وَالسَّلَامُ) كَانَ اُمِّيًّا لَا يَكْتُبُ وَلَا يَقْرَأُ لِاسْتِغْنَائِهِ عَنْ ذَالِكَ بِالْوَحْيِ وَلِيَكُوْنَ وَجْهُ الْاِعْجَازِ بِالْقَبُوْلِ اَحْرَى.

Hal itu sebagai bukti, bahwa al-Qur’an bukan perkataan manusia, tapi firman Sang Pencipta kekuatan dan kemampuan. Ia diturunkan untuk membenarkan Rasulullah Saw. dan firman-Nya. Segi ini saja sudah cukup membuat (musuh-musuh Qur’an) lemah.

Sungguh terdapat beberapa segi lagi selain diatas, yaitu:

al-Qur’an memberitahukan terhadap kenyataan masa lalu dan keadaan beberapa umat. Padahal orang yang dituruni al-Qur’an adalah ummi tidak bisa membaca dan menulis, karena Beliau sudah cukup dengan wahyu dan agar segi mukjizatnya lebih layak diterima.

al-Qur’an memberitakan tentang beberapa hal yang ghaib, lalu tampak sebagaimana dikabarkannya.

al-Qur’an tidak bosan didengarkan.

al-Qur’an mencakup ilmu yang tidak terdapat di kalangan bangsa Arab dan Ajam.

40. Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

40. Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِرُسُلِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ لِلّهِ تَعَالَى رُسُلًا اَرْسَلَهُمْ رَحْمَةً مِنْهُ وَفَضْلًا مُبَشِّرِيْنَ لِلْمُحْسِنِ بِالثَّوَابِ وَمُنْذِرِيْنَ لِلْمَسِيْئِ بِالْعِقَابِ وَمُبَيِّنِيْنَ لِلنَّاسِ مَا يَحْتَاجُوْنَ اِلَيْهِ مِنْ مَصَالِحِ الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا.

Jawab: Aku berkeyakinan, bahwa Allah Ta’ala mempunyai beberapa utusan yang diutus dengan membawa rahmat dan karunia, untuk memberikan kabar gembira kepada orang yang berbuat baik mendapatkan pahala dan memberikan peringatan kepada orang yang berbuat jahat mendapatkan siksaan. Menerangkan apa yang dibutuhkan manusia dari beberapa hal yang bermaslahat terhadap agama mereka dan dunianya.

وَمُفِيْدِيْنَ لَهُمْ مَا يَبْلُغُوْنَ بِهِ الدَّرَجَةَ الْعُلْيَا، وَاَيَّدَهُمْ بِاَيَةٍ ظَاهِرَةٍ، وَمُعْجِزَاتٍ بَاهِرَةٍ، اَوَّلَهُمْ اَدَمُ وَاَخِرُهُمْ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ.

Para Rasul juga menjelaskan mengenai suatu hal yang dapat mencapai derajat tinggi bagi manusia. Para Rasul diperkuat dengan beberapa tanda kenabian yang nyata dan beberapa mukjizat yang terang. Permulaan mereka adalah Adam, sedang yang terakhir adalah Nabi kita, Muhammad Saw.

41. Apakah pengertian Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

41. Apakah pengertian Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَامَعْنَى النَّبِيُّ؟

Soal: Apakah pengertian Nabi?

ج : النَّبِيُّ اِنْسَانٌ اَوْحَى اِلَيْهِ بِشَرْعٍ وَاِنْ لَمْ يُؤْمَرْ بِتَبْلِيْغِهِ فَاِنْ اُمِرَ بِتَبْلِيْغِهِ سُمِّىَ رَسُوْلًا اَيْضًا، فَكُلُّ رَسُوْلٍ نَبِيٌّ وَلَيْسَ كُلُّ نَبِيٍّ رَسُوْلًا.

Jawab: Nabi adalah manusia yang diberi wahyu syara’, sekalipun tidak diperintahkan untuk menyampaikannya (kepada manusia). Bila diperintahkan untuk menyampaikan kepada mereka, maka dinamakan Rasul. Setiap Rasul adalah Nabi, bukan sebaliknya.

42. Berapakah jumlah para Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

42. Berapakah jumlah para Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَمْ عَدَدُ الْاَنْبِيَاءِ؟ 

Soal: Berapakah jumlah para Nabi?

ج : لَا يَعْلَمُ عَدَدُهُمْ عَلَى الْيَقِيْنِ، وَالْمَدْكُوْرُ اَسْمَاءُهُمْ فِى الْكِتَابِ العَزِيْزِ خَمْسَةٌ وَعِشْرُوْنَ :

Jawab: Secara pasti, tidak diketahui jumlah mereka (karena amat banyak. Allah tidak menceritakan seluruhnya pada Nabi).Dalam al-Qur’an yang mulia, nama mereka yang disebut hanya dua puluh lima orang,

وَهُمْ : اَدَمُ، اِدْرِيْسُ، نُوْحٌ، هُوْدٌ، صَالِحٌ، اِبْرَاهِيْمُ، لُوْطٌ، اِسْمَاعِيْلُ، اِسْحَاقُ، يَعْقُوْبُ، يُوْسُفُ، اَيُّوْبُ، شُعَيْبُ، مُوْسَى، هَارُوْنُ، ذُوْ الْكِفْلِ، دَاوُدُ، سُلَيْمَانُ، اِلْيَاسُ، اِلْيَسَعُ، يُوْنُسُ، زَكَرِيَّا، يَحْيَى، عِيْسَى، مُحَمَّدٌ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَهُمْ رُسُلٌ اَيْضًا.

yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Ismail, Ishaq, Ibrahim, Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Muhammad Saw. Mereka adalah juga para Rasul.

43. Apakah mukjizat itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

43. Apakah mukjizat itu?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْمُعْجِزَاتُ؟ 

Soal: Apakah mukjizat itu?

ج : الْمُعْجِزَاتُ اَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ يَظْهَرُ عَلَى يَدِ مُدَّعِى النُّبُوَّةِ مُوَافِقًا لِدَعْوَاهُ عَلَى وَجْهٍ يُعْجِزُ الْمُنْكِرِيْنَ عَنِ الْاِتْيَانِ بِمِثْلِهِ.

Jawab: Mukjizat adalah perkara yang luar biasa (dan tidak masuk akal) yang ditampakkan kepada seseorang yang mengaku menjadi Nabi, yang sesuai dengan pengakuannya, di mana orang-orang yang ingkar kepadanya tidak mampu melakukan sesamanya.

44. Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

44. Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْحِكْمَةُ فِى اِظْهَارِ الْمُعْجِزَاةِ عَلَى اَيْدِى الْاَنْبِيَاءِ؟ 

Soal: Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

ج : اَلْحِكْمَةُ فِى اِظْهَارِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى اَيْدِى الْاَنْبِيَاءِ الدَّلَالَةُ عَلَى صِدْقِهِمْ فِيْمَا الدَّعَوْهُ.

Jawab: Hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi, untuk utusan Allah yang membawa ajarannya.

اِذْ كُلُّ دَعْوًى لَمْ تَقْتَرِنْ بِدَلِيْلٍ فَهِيَ غَيْرُ مَسْمُوْعَةٍ. وَالتَّمْيِيْزُ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَنْ يَدَّعِى النُّبُوَّةِ كَاذِبًا. وَهِيَ قَائِمَةٌ مَقَامَ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى : صَدَقَ عَبْدِى فِيْمَا يَدَّعِى.

Sebab, setiap pengakuan yang tidak disertai dalil, tidak akan didengar. Juga sebagai perbedaan antara mereka (para Nabi) dan orang-orang yang mengaku menjadi Nabi (nabi palsu) mukjizat tersebut menduduki firman Allah Ta’ala: “Hamba-Ku benar tentang apa yang diakui.” (Pengakuannya adalah benar)

45. Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

45. Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا وَجْهُ دَلَالَةِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى صِدْقِ الْاَنْبِيَاءِ وَكَوْنِهَا قَائِمَةً مَقَامَ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى صَدَقَ عَبْدِىْ؟

Soal: Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

ج : وَجْهُ دَلَالَةِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى صِدْقِ الْاَنْبِيَاءِ يَظْهَرُ مِنْ هَذَا الْمِثَالِ، وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْاَعْلَى وَهُوَ اَنَّهُ لَوْ قَامَ اَحَدٌ مِنَ النَّاسِ فِى مَحْفَلٍ عَظِيْمٍ بِمَحْضَرِ مَلِكٍ كَبِيْرٍ حَكِيْمٍ وَقَالَ : اَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ هَذَا الْمَلِكِ اِلَيْكُمْ وَمُؤْتَمَنُهُ لَدَيْكُمْ اَرْسَلَنِى لِأُبَلِّغُكُمْ اَوَامِرَهُ. وَهُوَ عَالِمٌ بِمَقَالَتِى وَسَامِعٌ لِكَلَامِى. وَمُبْصِرٌ لِيْ وَاَيَةُ صِدْقِىْ اَنْ اَطْلُبَ مِنْهُ اَنْ يَخْرِقَ عَادَتَهُ وَيُخَالِفَهَا فَيُجِيْبُنِىْ اِلَى ذَالِكَ.

Jawab: Tentang mukjizat demi menunjukkan kebenaran para Nabi, adalah bisa dilihat pada contoh dibawah ini:

Kalau seseorang berdiri pada suatu pertemuan, dimana seorang raja besar yang bijaksana hadir disana dan ketika itu ia mengatakan: “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya saya sebagai utusan baginda raja, untuk saudara-saudara sekalian. Saya diutus oleh Beliau untuk menyampaikan titahnya kepada saudara-saudara. Beliau juga mengerti apa yang saya katakan ini, mendengar apa yang saya ucapkan dan Beliau melihat kepada saya. Sebagai bukti kebenaran saya ialah, apabila saya minta Beliau untuk berbuat sesuatu yang menyalahi kebiasaan, tentu Beliau akan mengabulkan permintaan saya.

ثُمَّ قَالَ لِلْمَلِكِ: اِنْ كُنْتُ صَادِقًا فِى دَعْوَايَ فَاخْرِقْ عَادَتَكَ وَقُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مُتَوَالِيَاتٍ فَفَعَلَ الْمَلِكُ ذَلِكَ،

Kemudian orang itu membuktikan: Baginda, jika Tuan membenarkan pengakuan hamba ini, maka saya harap Baginda berbuat sesuatu yang menyalahi kebiasaan, yaitu berdiri tiga kali berturut-turut. Ternyata Baginda Raja mengerjakannya.

فَاِنَّهُ يَحْصُلُ لِلْجَمَاعَةِ عِلْمٌ ضَرُوْرِيٌّ بِصِدْقِهِ فِى مَقَالَتِهِ وَقَامَ خَرْقُ الْمَلِكِ لِعَادَتِهِ مَقَامَ قَوْلِ الْمَلِكِ : قَدْ صَدَقَ فِيْمَا الدَّعَاهُ، وَهَلْ يَشُكُّ اَحَدٌ اَنَّهُ رَسُوْلُ الْمَلِكِ.

Dengan demikian orang-orang pun meyakini, kalau orang itu memang benar dalam perkataannya. Perbuatan Baginda Raja yang menyalahi kebiasaannya itu, sebagai ganti dari sabda Beliau: “Pengakuan orang itu adalah benar.” Dan tidak ada seorang pun yang merasa kalau orang itu adalah utusan Baginda Raja.

وَالْاَنْبِيَاءُ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ قَدِ ادَّعَوْا اِرْسَالَ اللَّهِ تَعَالَى لَهُمْ نَاظِرٌ اِلَيْهِمْ. فَاِذَا طَلَبُوْا مِنَ اللَّهِ تَعَالَى اِظْهَارَ الْمُعْجِزَاتِ الَّتِى لَيْسَ فِى طَاقَةِ الْبَشَرِ اَنْ يَأْتُوْا بِمِثْلِهَا. كَانَهُمْ عَلَى ذَالِكَ وَاَقْدَرَهُمْ عَلَيْهَا

Para Nabi itu telah mengaku diutus oleh Allah kepada manusia dan Dia mengetahui pengakuan mereka, mendengar dan melihat (gerak-gerik mereka).Bila mereka minta kepada Allah Ta’ala untuk menampakkan mukjizat-mukjizat yang manusia tidak mampu menjalankannya, maka Allah menolong mereka dan memberikan kekuasaan mereka untuk melakukan.

كَانَ ذَلِكَ تَصْدِيْقًا لَهُمْ مِنْهُ فِعْلًا وَهُوَ كَالتَّصْدِيْقِ بِالْقَوْلِ بَلْ اَوْلَى. وَهُوَ يَسْتَلْزِمُ صِدْقَهُمْ فِى دَعْوَى الرِّسَالَةِ 

Hal itu, sebagai tindakan nyata yang membenarkan kepada mereka secara perbuatan (yang dilihat), laksana pembenaran dengan lidah, bahkan lebih dari itu. Hal itu yang membuat mereka dibenarkan dalam mengaku sebagai Rasulullah.

لِاَنَّ تَصْدِيْقَ الْمَوْلَى الْحَكِيْمِ الْعَلِيْمِ الْقَادِرِ لِلْكَاذِبِ اَمْرٌ ظَاهِرُ الْاِسْتِحَالَةِ، لَا سِيَّمَا وَقَدْ اِنْضَمَّ اِلَى دَلَالَةِ الْمُعْجِزَاتِ عَلَى صِدْقِهِمْ دَلَالَةُ مَا اشْتَهَرَ عَنْهُمْ مِنَ الصِّفَاتِ وَالْاَحْوَالِ الَّتِى هِيَ فِى غَايَةِ الْحُسْنِ وَنِهَايَةِ الْكَمَالِ.

Mengapa demikian! Sebab Allah yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa tidak akan membenarkan kepada orang yang bohong. Lebih dari itu, disamping mukjizat tersebut, sifat dan keadaan mereka telah tersohor amat baik dan sempurna.

46. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

alam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

46. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْفَرْقُ  بَيْنَ الْمُعْجِزَاةِ وَالسِّحْرِ؟

Soal: Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

ج : السِّحْرُ اَمْرٌ خَارِقٌ فِى بَادِئِ الرَّأْيِ تُمْكِنُ مُعَارَضَتُهُ لِاَنَّهُ مَبْنِيٌّ عَلَى اَسْبَابِ مَنْ عَرَفَهَا وَتَعَاطَاهَا حَصَلَ عَلَى يَدِهِ ذَالِكَ اْلاَمْرُ. 

Jawab: Sihir adalah hal luar biasa di luar akal yang mungkin untuk ditandingi. Karena sihir terjadi karena sebab-sebab tertentu yang barangsiapa mengetahui rahasianya dan bisa mendatangkan sebab tersebut maka dia bisa melakukan sihir tersebut.

فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ وَنَفْسِ الْاَمْرِ غَيْرُ خَارِقٍ لِلْعَادَةِ. وَغَرَابَتُهُ اِنَّمَا هِىَ بِالنَّظَرِ لِجَهْلِ اَسْبَابِهِ. وَاَمَّا الْمُعْجِزَةُ فَانِّهَا خَارِقَةٌ لِلْعَادَةِ حَقِيْقَةً لَايُمْكِنُ مُعَارَضَتُهَا 

Sebenarnya, sihir itu bukanlah sesuatu yang luar biasa, menjadi luar biasa karena orang yang melihatnya tidak mengetahui rahasia penyebab terjadinya sihir. Adapun mukjizat adalah benar-benar hal luar biasa diluar kebiasaan yang tidak mungkin ditandingi.

فَلَا يُمْكِنُ السَّاحِرُ اَنْ يَفْعَلَ مِثْلَ فِعْلِ الْاَنْبِيَاءِ, مِنْ جَعْلِ الْمَيِّتِ حَيًّا وَقَلْبِ الْعَصَا حَيَّةً,

Maka tidaklah mungkin para tukang sihir dapat melakukan apa yang dilakukan para Nabi, baik membuat orang mati menjadi hidup, ataupun merubah tongkat menjadi ular.

وَلِذَا آمَنَتْ سَحَرَةُ فِرْعَوْنَ بِمُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمَّا صَارَتْ عَصَاهُ حَيَّةً حَقِيْقَةً, وَابْتَلَعَتْ عِصِيَّهُمْ وَحِبَالَهُمْ لِمَعْرِفَتِهِمْ بِأَنَّ هَذَا مِمَّا لَا يَأْتِىْ بِالسِّحْرِ.

Oleh karena itu, para tukang sihir Fir’aun beriman kepada Nabi Musa as. saat mereka melihat tongkat Beliau menjadi ular yang nyata, dan mereka pun melempar tongkat serta tali tamparnya karena mengetahui bahwa apa yang terjadi pada tongkat Nabi Musa as. bukanlah sebuah sihir.

وَالسِّحْرُ مَصْدَرُهُ مِنْ نَفْسِ اَمَّارَةٍ بِالسُّوْءِ تَكُوْنُ مَظْهَرًا لِلْفَسَادِ. وَالْمُعْجِزَةُ مَصْدَرُهَا مِنْ نَفْسٍ زَكِيَّةٍ تَكُوْنُ مَظْهَرًا لِلصَّلَاحِ وَالْاِرْشَادِ .

Sihir itu bersumber dari jiwa yang penuh nafsu amarah keburukan dan menghasilkan kerusakan. Sedangkan mukjizat berasal dari jiwa yang suci dan menghasilkan kebaikan dan petunjuk.

47. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

47. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْفَرْقُ بَيْنَ الْمُعْجِزَةِ وَالْكَرَامَةِ ؟

Soal: Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

ج : اَلْكَرَامَةُ اَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْوَلِيِّ فَهِيَ غَيْرُ مَقْرُوَنَةٍ بِدَعْوَى النُّبُوَّةِ. وَاَمَّا الْمُعْجِزَةُ فَاِنَّهَا تَكُوْنُ مَقْرُونَةً بِدَعْوَى النُّبُّوَةِ. 

Jawab: Karamah adalah kejadian luar biasa yang keluar dari seorang wali (kekasih Allah) dan karamah tidak berhubungan dengan dakwah kenabian. Adapun mukjizat berhubungan dengan dakwah kenabian.

وَالْوَلِيُّ هُوَ الْعَارِفُ بِاللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ حَسْبَ مَا يُمْكِنُ الْمُوَاظِبُ عَلَى الطَّاعَاتِ, الْمُجْتَنِبُ لِلْمَعَاصِى وَالسَّيِّئَاتِ وَالْمُعْرِضُ عَنِ الْاِنْهِمَاكِ فِى اللَّذَاتِ وَالشَّهَوَاتِ .

Wali adalah seseorang yang mengetahui secara mendalam akan Allah dan sifat-sifat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang taat dan menjauhi dosa serta keburukan. Mereka menjaga diri dari kesenangan dan syahwat.

وَظُهُوْرُ الْكَرَامَةِ عَلَى يَدِهِ اِكْرَامٌ لَهُ مِنْ رَبِّهِ, وَاِشَارَةٌ لِقَبُوْلِهِ عِنْدَهُ وَقُرْبِهِ, وَهِىَ كَالْمُعْجِزَةِ لِلنَّبِىِّ الَّذِيْ يَكُونُ مِنْ اُمَّتِهِ ذَالِكَ الْوَلِيُّ اِذِ الْوَلِيُّ لَايَكُونُ وَلِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ مُقِرًّا بِرِسَالَةِ رَسُوْلِهِ وَمُذْعِنًا لِأَوَامِرِهِ غَايَةَ الْاِذْعَانِ.

Penampakan karamah pada diri mereka adalah sebagai bentuk kemuliaan dari Tuhan serta tanda kedekatan dan terkabulnya doa mereka. Karamah adalah juga —seperti Mukjizat para Nabi— diturunkan bagi kaumnya, karena tidak mungkin seseorang menjadi wali kecuali karena mereka mengakui risalah para Rasul Allah dan mengikuti jalan mereka sepenuh hati.

وَلَوِ ادَّعَى الْاِسْتِقْلَالَ بِنَفْسِهِ وَلَمْ يُتَابِعْ رَسُوْلَهُ لَمْ تَظْهَرْ عَلَى يَدِهِ الْكَرَامَةُ وَلَمْ يَكُنْ وَلِيَّا لِلرَّحْمَنِ بَلْ يَكُوْنُ عَدُوًّا لَهُ وَوَلِيًّا لِلشَّيْطَانِ كَمَا يُشِيْرُ لِذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى خِطَابًا لِنَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِى حَقِّ اَقْوَامٍ زَعَمُوْا اَنَّهُمْ يُحِبُّوْنَ اللهَ 

Andaikata ada seseorang yang mengaku wali namun tidak mengikuti jalan para Rasul dan bebas membuat jalannya sendiri maka tidak mungkin muncul karamah pada dirinya serta ia bukan wali Allah, bahkan dia adalah musuh Allah dan wali syaithan. Sebagaimana telah disiratkan oleh Firman Allah yang berbicara kepada Nabi Alaihissalam mengenai klaim sebuah kaum yang mengaku mencintai Allah.

قُالْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبَبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قُالْ اَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لَايُحِبُّ الْكَافِرِيْنَ.

Firman tersebut adalah: “Katakanlah (Wahai Nabi), jika kalian mengaku mencintai Allah maka ikutilah jalanku (Nabi), maka Allah akan mencintai kalian dan Dia akan mengampuni dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun serta Maha Pengasih. Katakanlah (Wahai Nabi), “Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul. Jika kalian berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Āli ‘Imrān: 32)

48. Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

48. Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَاذَايَجِبُ لِلْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ؟ 

Soal: Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

ج: يَجِبُ لِلْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اَرْبَعُ صِفَاتٍ وَهِىَ : الصِّدْقُ, وَالْاَمَانَةُ وَالتَّبْلِيْغُ وَالْفَطَانَةُ.

Jawab: Sifat yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam ada empat, yaitu Shiddiq (Jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (Menyampaikan Risalah) dan Fathanah (Cerdas). 

وَمَعْنَى الصِّدْقِ فِى حَقِّهِمْ كَوْنُ خَبَرِهِمْ مُطَابِقًا لِلْوَاقِعِ وَنَفْسِ الْاَمْرِ فَلَا يَصْدُرُ مِنْهُمْ كَذِبٌ اَصْلًا،

Makna Shidq bagi mereka adalah bahwasanya berita yang dibawa para Nabi tersebut cocok dengan kenyataan dan sesuai dengan perintah, tidak mungkin ada kebohongan sedikitpun pada diri mereka.

وَمَعْنَى الْاَمَانَةِ فِى حَقِّهِمْ كَوْنُ ظَوَاهِرِهِمْ. وَبَوَاطِنِهْمِ مَحْفُوظَةً مِنَ الْوُقُوعِ فِيْمَا لَا يَرْضَى الْحَقَّ الَّذِيْ اصْطَفَاهُمْ عَلَى سَائِرِ الْخَلْقِ

Makna Amanah bagi mereka adalah bahwasanya baik lahir maupun bathin mereka terjaga dari hal-hal yang tidak diridhai oleh Tuhan yang telah memilih mereka dari seluruh manusia.

وَمَعْنَى التَّبْلِيْغِ : كَوْنُهُمْ بَيَّنُوْا لِلنَّاسِ كُلَّ مَا اَمَرَهُمُ اللهُ بِبَيَانِهِ اَحْسَنَ بَيَانٍ. فَلَمْ يَكْتُمُوْا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا.

Makna Tabligh bagi mereka adalah bahwasanya mereka menerangkan kepada manusia segala hal yang telah diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan dengan penjelasan yang paling baik dan mereka tidak menyembunyikannya sedikitpun.

وَمَعْنَى الْفَطَانَةِ كَوْنُهُمْ : اَكْمَلُ الْخَلْقِ فِى النَّبَاهَةِ وَالْفَهْمِ.

Sedangkan makna Fathanah bagi mereka adalah bahwasanya para Nabi tersebut adalah manusia paling sempurna daya ingat dan pemahamannya.

49. Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

49. Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَاذَا يَسْتَحِيْلُ عَلَى الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟

Soal: Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

ج : يَسْتَحِيْلُ عَلَى الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اَرْنَعُ صِفَاتٍ وَهِىَ : الْكَذِبُ وَالْعِصْيَانُ وَالْكِتْمَانُ وَالْغَفْلَةُ.

Jawab: Sifat yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam ada empat, yaitu Kadzib (Pembohong), ‘Isyān (Durhaka), Kitman (Menyembunyikan ajaran) dan Ghaflah (Pelupa). 

وَكَذَلِكَ يَسْتَحِيْلُ عَلَيْهِمْ كُلُّ صِفَاتٍ تُعَدُّ عِنْدَ النَّاسِ مِنَ الْعُيْوْبِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الذُّنُوْبِ كَدَنَاءَةِ الْحِرْفَةِ اَوِالنَّسَبِ اَوْتُنَافِىْ حِكْمَةَ الْبِعْثَةِ كَالصَّمَمِ وَالْبَكَمِ.

Begitupun mustahil ada pada diri para Nabi setiap sifat cacat (kekurangan) yang ada pada manusia meskipun itu tidak berdosa seperti memiliki pekerjaan atau nasab yang jelek atau sesuatu yang menjadi kekurangan menyangkut hikmah atas diutusnya mereka, seperti bisu dan tuli.

50. Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

50. Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : اِذَا كَانَ الْعِصْيَانُ مُسْتَحِيْلًا فِى حَقِّ الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فَكَيْفَ اَكَلَ آدَمُ مِنَ الشَّجَرَةِ الَّتِيْ نُهِىَ عَنْهَا ؟

Soal: Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

ج : اِنَّ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اَكَلَ مِنَ الشَّجَرَةِ الَّتِيْ نُهِىَ عَنْهَا بِطَرِيْقِ النِّسْيَانِ. قَالَ تَعَالَى: وَلَقَدْ عَهِدْنَا اِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِىَ وَلَمْ نَجِدْلَهُ عَزْمًا.

Jawab: Sesungguhnya peristiwa itu terjadi karena Nabi Adam dalam keadaan lupa. Allah Subhānahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Thāhā: 115: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”

وَالنَّاسِىْ غَيْرُ عَاصٍ وَلَا مُؤَاخَذٍ وَاَمَّا نِسْبَةُ الْعِصْيَانِ اِلَيْهِ فِى قَوْلِهِ تَعَالَى وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى.

Dan orang yang lupa tidaklah terhitung durhaka dan tidak dimintai pertanggung jawaban. Adapun penisbatan dosa bagi Adam dalam firman Allah Subhānahu wa Ta’ala dalam surat Thāhā: 121: “Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.” Maka Allah memilih Adam dan Adam pun bertaubat kepada-Nya sehingga Allah memberinya petunjuk (hidayah).

فَلِصُدُوْرِ صُوْرَةِ الْمُخَالَفَةِ عَنْهُ بِنَاءً عَلَى النِّسْيَانِ النَّاشِئِ عَنْ عَدَمِ التَّحَفُّظِ التَّامِّ مِنْهُ وَالْمُخَالَفَةُ الَّتِىْ تَصْدُرُ نِسْيَانًا لَاتُعَدُّ فِى حَقَّ النَّاشِئِ عِصْيَانًا وَعُدَّتْ مَعْصِيَةً فِى حَقِّ آدَمَ نَظَرًا لِشَرَفِ رُتْبَتِهِ وَعَظَمِ مَنْزِ لَتِهِ وَالْخَطَأُ الصَّغِيْرُ يُسْتَعْظَمُ مِنَ الْكَبِيْرِ.

Karena sumber kesalahan kepada Allah adalah karena lupa yang timbul dari kesadaran penuh Adam. Sementara kesalahan yang diperbuat semata-mata karena lupa tidaklah terhitung sebagai dosa bagi pelakunya. Namun hal itu (melakukan kesalahan karena lupa) terhitung sebagai maksiat bagi Nabi Adam untuk menunjukkan kemuliaan kedudukan Beliau dan ketinggian derajatnya. Meski kesalahan itu kecil namun dianggap sebagai kesalahan besar.

وَاَمَّا مُؤَا خَذَةُ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِآدَمَ عَلَى ذَلِكَ بِاِهْبَاطِهِ اِلَى هَذِهِ الدِّيَارِ وَاعْتِرَافُ آدَمَ بِالذَّنْبِ وَمُثَابَرَتُهُ عَلَى الْاِسْتِغْفَارِ فَذَالِكَ لِتَزْدَادَ دَرَجَتُهُ عُلُوًّا, وَثَوَابُهُ وَاَجْرُهُ نُمُوًّا وَيُقَاسُ عَلَى ذَالِكَ مَا يُنْسَبُ لِسَائِرِ الْاَنْبِيَاءِ مِنَ الذُّنُوْبِ وَالْمَعَاصِىْ فَاِنَّهَا ذُنُوْبٌ بِالْاِضَافَةِ اِلَى عُلُوِّ مَنَاصِبِهِمْ وَمَعَاصٍ بِالنِّسْبَةِ اِلَى كَمَالِ طَاعَتِهِمْ

Adapun keputusan Allah Subhānahu wa Ta’ala kepada Adam karena kesalahannya –yaitu menurunkannya ke dunia ini, pengakuan Adam akan kesalahannya dan terus menerusnya Adam beristighfar– maka hal itu semata-mata untuk menambah ketinggian derajat Adam. Karena hal itu membuat pahala dan kebaikannya bertambah. Semua itu juga di analogikan bagi setiap kesalahan dan dosa yang diperbuat oleh para Nabi. Karena kesalahan itu dirangkaikan dengan ketinggian kedudukan mereka, dan kesalahan mereka semata-mata terjadi karena berhubungan dengan kesempurnaan ketaatan mereka kepada Allah.

لِاَنَّهَا كَذُنُوْبِ غَيْرِهِمْ وَمَعَاصِيْهِمْ لِاَنَّهَا صَادِرَةٌ مِنْهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ. اِمَّا عَلَى طَرِيْقِ التَّاَوُّلِ اَوْعَلَى طَرِيْقِ السَّهْوِ وَعَدَمِ التَّعَمُّدِ.

Kesalahan dan dosa itu tidak terjadi sebagaimana yang terjadi pada manusia selain mereka karena perbuatan itu terjadi disebabkan ta’awwul atau karena lupa dan tanpa sengaja.

وَاَمَّا اِعْتَرَافُهُمْ بِهَا وَاسْتَغْفَارُهُمْ مِنْهَا فَلِزِيَادَةِ مَعْرِفَتِهِمْ بِمَوْلَاهُمْ وَشِدَّةِ وَرَعِهِمْ وَتَقْوَاهُمْ وَلِيَزْدَادُوْا اَجْرًا وَقُرْبَةً وَعُلُوًّا فِى الدَّرَجَةِ وَالرُّتْبَةِ.

Adapun kesadaran dan permohonan ampunan mereka atas kesalahan tersebut, hal itu adalah sebagai sarana menambah makrifat (pengetahuan) mereka akan Tuhannya, ketinggian wara’ (kehati-hatian) serta takwa mereka. Juga semua itu berfungsi sebagai penambah pahala dan kedekatan mereka, serta mempertinggi derajat dan pangkat mereka di sisi Allah.

. —

Apakah Anda menemukan masalah teknis pada website atau aplikasi ini? Mohon hubungi kami melalui link berikut:

Platform Lain: